Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kisah Inspiratif dari Malawi di Film "The Boy Who Harnessed The Wind"

28 Mei 2020   11:34 Diperbarui: 28 Mei 2020   11:33 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjuangan warga menghadapi kekeringan. Sumber https://africatimes.com/

Bukan main senangnya hati William Kamkwamba (Maxwell Simba) saat ibunya meminta dia mandi dan saat kembali ke kamar untuk berpakaian sudah ada satu stel seragam lengkap agar ia dapat bersekolah.

"Apa seragam itu pas di badanmu?" tanya sang ayah Trywell Kamkwamba (Chiwetel Ejiofor).

"Ini sempurna," jawabnya sambil memeluk sang ayah.

Bagi banyak orang, keinginan untuk bersekolah adalah satu hal yang wajar dan mudah dilakukan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi William yang hidup di pinggiran Malawi di awal tahun 2000-an.

Terlebih, saat itu daerah mereka terkena kekeringan parah. Hasil panen saat itu buruk dan sulit bagi mereka untuk bertahan hidup alih-alih harus menambah "beban" biaya pendidikan.

Makanya, saat kesempatan itu berhasil ia dapatkan, William tak mau menyiakannya. Sayang, saat bersekolah beberapa waktu sebuah fakta ia dapatkan.

"Suruh ayahmu untuk membayar uang sekolah," ujar salah satu gurunya.

"Ayah saya sudah membayar," jawab William.

"Iya, hanya untuk biaya pendaftaran. Bukan untuk iuran keseluruhan," info gurunya lagi.

Kebahagiaan William saat bisa bersekolah. Sumber beta.gdnonline.com/
Kebahagiaan William saat bisa bersekolah. Sumber beta.gdnonline.com/
Ketika kemudian sang ayah tak mampu membayar sekolah, satu kenyataan pahit harus ia telan: ia diminta untuk berhenti.

Namun, untunglah, berkat kebaikan salah satu gurunya, William diperkenankan untuk berdiam di perpustakaan. Secara kucing-kucingan (hanya berbekal izin sang guru dan kepala perpustakaan), William dapat mengakses perputakaan dan belajar secara mandiri. Satu syarat mutlak harus ia penuhi: tidak ada satupun orang yang boleh membantunya dalam belajar.

Ada sebuah buku berjudul "Using Energy" yang menarik perhatiannya. Di buku itu, William mengetahui bahwa di negara maju, orang-orang sudah memanfaatkan angin sebagai sumber energi.

Nah, dari buku itulah William kemudian kepikiran untuk menciptakan sebuah turbin yang mampu menciptakan energi untuk menyedot air di dalam tanah dan mengairinya di kawasan perkebunan.

Perjuangan warga menghadapi kekeringan. Sumber https://africatimes.com/
Perjuangan warga menghadapi kekeringan. Sumber https://africatimes.com/
Tidak mudah bagi anak berusia 14 tahun untuk meyakinkan orang-orang di sekitarnya termasuk ayahnya sendiri. Saat William kemudian berhasil menciptakan sebuah turbin kecil sebagai ujicoba, ia meminta izin meminjam sepeda ayahnya.

"Aku bisa membuat yang lebih besar, Ayah. Tapi aku membutuhkan sepedamu," ujarnya.

Jelas saja ide itu awalnya ditentang karena sepeda adalah satu-satunya alat transportasi yang mereka miliki. Namun, lama kelamaan, sang ayah luluh dan bersama warga lain, mereka berusaha mewujudkan turbin rancangan William.

The Boy Who Harnessed The Wind yang tayang di Netflix ini diangkat dari kisah nyata William Kamkwamba yang hidup di sebuah daerah bernama Wimbe di negara Malawi.


Dikarenakan turbin temuannya, sepak terjangnya mulai disorot dan kelak ia berhasil mendapatkan beasiswa dari Dartmouth College, sebuah kampus terkenal di Amerika Serikat.

Film ini sendiri merupakan adaptasi dari buku berjudul sama yang ditulis sendiri olehnya. Ialah aktor nominasi Oscar dan Golden Globe -Chiwetel Ejiofor (12 Years a Slave, The Martian, 2012) yang kemudian mengangkatnya ke layar lebar. Ini juga adalah debut Chiwetel sebagai sutradara.

The Boy Who Harnessed The Wind film yang bagus. Hanya, jika mau menonton harus bersabar karena temponya cukup lambat. Ada beberapa adegan yang bikin nyes di film ini. Misalnya saja saat William harus berjuang mendapatkan tepung bantuan pemerintah, atau saat kakaknya memutuskan pergi dari rumah dan meninggalkan pesan, "mulai hari ini, setidaknya ada satu mulut lagi yang tak harus kalian kasih makan."

Skor 8,3/10

Dok.Kompal.
Dok.Kompal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun