Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Cerpen: Hilal Mengacau Si Hajah Ijah

23 Mei 2020   04:00 Diperbarui: 23 Mei 2020   04:36 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hilal telah nampak, bu!"

Teriak Pak Manto membahana ke seisi rumah. Bu Ijah, istrinya mendengar itu dengan debar hebat. "Mati aku," batinnya. Tatapannya nanar menatap baskom-baskom adonan kue yang berserakan di dapur. Beberapa tetangganya, Nyak Mumun, Leha dan Entik melihat Bu Ijah dengan tatapan sama gusarnya. Ada apakah gerangan?

Beberapa waktu sebelumnya....

"Hayo yang mau pesan kue sama saya bisa, loh!" tawar Bu Hajah Ijah saat melayani pembeli di warung sembakonya. Pak Manto yang berada tak jauh dari sana menyimak. Dalam hati ia khawatir, namun ia hanya diam dan menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakannya.

Kue lapis nanas yang maknyus. Sumber pinerest.com
Kue lapis nanas yang maknyus. Sumber pinerest.com
"Memangnya ada kue apa saja bu hajah?" tanya Kokom.

"Mau apa aja saya bisa bikin, Kom. Mau bolu bisa. Kue lapis biasa atau lapis nanas juga hayo. Cuma yang laris sih black forrest ya. Karena banyak cokelatnya anak-anak pasti doyan, deh."

"Berapaan harganya, bu?"

Bu Ijah lantas menyebutkan harganya. Untuk ukuran penduduk Kampung Naga Pesolek, sih harganya tergolong lumayan. Beberapa pembeli lain bahkan rela patungan beli kue ini. Nah ide yang menarik, juga, ya! Jadi, dengan dana terbatas, mereka bisa mendapatkan setidaknya lebih dari satu jenis kue.

Di hari-hari setelahnya, pesanan kue ternyata cukup banyak. "Alhamdulillah, lumayan juga ini yang pesen kue, Pak," celoteh Bu Ijah ke suaminya yang asyik mainin burung. Ya, Pak Manto memiliki banyak burung yang senantiasa berkicau setiap pagi.

"Apa bisa kegawean kalau pesanannya sebanyak itu, bu?" tanya Pak Manto khawatir. "Aha, ini dia saat yang tepat untuk mengutarakan kekhawatiran itu," batinnya.

"Tenang aja Pak. Nanti saya ajak Nyak Mumun. Dia kan jago banget bikin kue. Biasanya Nyak Mumun akan ngajak beberapa anak buah, cincailah itu, Pak."

"Yakin nih, bu?" tanya Pak Manto lagi.

"Iya, masih ada waktu kok buat bikinnya. Yang jelas, ibu akan bikin kue yang paling enak. Biar tahun depan makin banyak yang pesen. Lumayan banget ini untungnya buat beli gelang baru, hihihi," ujar Bu Ijah.

Jadilah, selain terus mengjalankan warung sembako, di seminggu terakhir menjelang lebaran Bu Ijah mulai mempersiapkan secara khusus bahan-bahan untuk membuat kue.

"Blackforrest 8 loyang... kue lapis 12 loyang. Trus, bolu karamel 15 loyang...." gumam Bu Ijah sambil mencatat pesanan. Senyumnya mengembang tanpa tahu ada kekacauan yang sudah menghadangnya ke depan.

Bentuknya nggak cantik, tapi rasanya enak. Sumber cookpad.com
Bentuknya nggak cantik, tapi rasanya enak. Sumber cookpad.com
* * *

"Pak, kita jadinya lebaran tanggal 25, kan?" tanya Bu Ijah.

"Kalau di kalender sih tanggal 25," jawab Pak Manto. "Kenapa emang?"

"Ya ini mau ngatur waktu bikin kuenya. Kan kuenya ini mau dimakan pas lebaran. Jadi nggak bisa kecepetan bikinnya. Bisa-bisa kuenya lapukan kayak bapak hehehe," ujar Bu Ijah terkekeh.

"Alah, lapuk gini tapi ibu masih sayang kan?" respon Pak Manto genit.

Mendengar itu Bu Ijah hanya tersenyum nakal. "Alamat mandi besar lagi nih ntar malam," lamunnya liar. Bu Ijah senyum-senyum mesem sendiri sampai Pak Manto keheranan. "Eh omong-omong, panggangannya kecukup gak tuh buat manggang kue?"

"Mestinya sih ada 2 panggangan biar lebih cepet. Tapi masih cukuplah Pak. Ibu mulai nyicil bikin kue dari tanggal 23. Malam lebaran tanggal 25 semua kue bisa diantar ke rumah-rumah tetangga," jawabnya.

Jadilah, selepas subuh tanggal 23, Nyak Mumun datang bersama 2 asistennya. Mereka langsung mengolah semua bahan kue. Kerja mereka efektif, tapi memang terkendala sama panggangan sehingga harus antre mengoven kuenya.

Karena ovennya kurang, jadi kacau deh. Sumber https://www.pricebook.co.id/
Karena ovennya kurang, jadi kacau deh. Sumber https://www.pricebook.co.id/
"Nggak pinjam panggangan Bu Minah aja, bu hajah? Biar makin cepat kita bikin kuenya," ujar Nyah Mumun.

"Ah jangan. Malulah kalau pinjem. Kan saya jualan," ujar Bu Ijah.

"Ya sudah kalau begitu. Semoga lebarannya nggak ngikut maju kayank keluarga Bu Nur aja."

Penduduk Kampung Naga Pesolek sih mayoritas berlebaran ngikut pemerintah. Ada sih yang memang biasanya lebaran lebih cepat mengikuti perhitungan organisasi Islam yang mereka jadikan acuan seperti keluarganya Bu Nur itu. Tapi ya nggak terlalu masalah karena mereka nggak pesan kue kepada Hajah Ijah.

Lalu, muncullah bencana itu. Dari sidang Isbat, ternyata diputuskan lebaran tahun ini berlangsung bersamaan yakni tanggal 24 semua. Haaa, bukan main paniknya Bu Ijah karena kue yang berhasil mereka bikin sejak pagi baru ada setengahnya.

Kue yang masih berada di loyang. Yum! sumber https://review.bukalapak.com/
Kue yang masih berada di loyang. Yum! sumber https://review.bukalapak.com/
Dia sudah membayangkan protes tetangganya. "Gimana nih Bu Ijah? Udah naik haji kok masih suka bohong." Atau, "pokoknya saya nggak mau tahu, kue pesanan saya harus jadi, ya, bu!"

Mendadak kepalanya pening. Di sisi lain dia juga merasa kasihan dengan Nyak Mumun, Leha dan Entik yang bekerja non stop sejak pagi. "Huhuhu, karena salah perhitungan, yang niatnya untung malah bisa buntung ini," batinnya.

Sambil berusaha menyelesaikan pesanan sebisa mungkin sembari meminta pengertian pegawainya agar bersedia lembur, dalam hati Bu Ijah membatin kapok. "Hiks, mungkin ini karena saya terlalu maruk. Maafkan saya ya Allah," batinnya.

Dok.Kompal
Dok.Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun