Bagi saya, gak ada yang sempurna kita sebagai manusia. Termasuklah para ulama yang terlepas dari keilmuan yang dia dapatkan tapi tetap saja memiliki kekurangan dan bisa khilaf dalam menyampaikan ilmu atau dalam bersikap. Kita juga sebagai manusia biasa pun punya kecenderungan untuk berubah-ubah.
Hari ini ngefans banget sama ulama X, tapi karena ada sikap atau cara penyampaiannya yang kemudian kurang berkenan di hati lantas kita lebih memilih menyerap ilmu dari ulama Y, ya sah-sah saja. Sudah jadi dasar hari manusia yang ingin melakukan segala sesuatu dengan nyaman kan?
Saya pribadi, paham bahwa ulama gak ada yang sempurna. Maka dari itu, saya nggak mau terlalu "mendewakan" seorang sosok. Dalam hal menyerap ilmu, saya berusaha mencari sosok yang sikap dan kepribadiannya paling mendekati sosok nabi Muhammad SAW. Ada beberapa kriteria yang membuat saya dengan mudah berpaling dari sosok seorang ulama.
Pertama, yang saya tahu, nabi Muhammad Saw itu orangnya sangat baik. Pernah nonton video klip The Choosen One-nya Maher Zein? Nah video klip itu dibuat dengan mereka ulang adegan yang ada di keseharian Rasulullah. Kayak, bagaimana saat dijahatin tapi tetap dibalas dengan kebaikan.
Jadi, jika ada ulama di Indonesia, yang nggak suka sama seseorang, trus dengan lantang meneriakkan kebencian. (bahkan dengan menggunakan kata-kata dan sumpah serapah yang diteriakkan dalam sebuah lagu misalnya), maka menurut saya sifat itu jauh dari sosok Nabi Muhammad SAW.
Kedua, ulama manusia biasa yang hanya dapat mengingatkan jika ada jamaahnya yang melakukan kesalahan. BUKAN dengan cara menghakiminya atau bahkan mengajak massa untuk melakukan hal yang sama. Saya pernah melihat ulama lain yang saat mendapati ada prilaku orang lain yang bisa jadi di matanya salah, eh bukannya kasih wejangan yang baik malah menyerempet hal-hal fisik orang tersebut.
Ketiga ciri di atas tentu jauh dari 4 sifat nabi yang terkenal itu. Yakni Shiddiq (jujur), amanah, tabliq (komunikatif) dan fathonah (cerdik). Tak jarang, ada orang yang mengimplikasikan keempat sifat ini namun karena mereka tidak memakai "jubah agama" dalam menyampaikan pendapatnya, maka penolakan yang mereka peroleh.
Padahal, jelas ya, "lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan." Bagi saya jelas, siraman rohani yang saya butuhkan kadang saya peroleh dari sosok-sosok tak terduga. Mereka ini bisa berbentuk tukang sapu di jalan atau bahkan pengemis yang tak berpunya. Benar begitu teman-teman?