Ntah kapan bermula, namun belakangan ada sebuah fenomena di mana ada orang-orang yang berkomentar negatif terhadap aktifitas orang lain walaupun aktifitas itu sesungguhnya positif. Orang-orang ini, tentu saja berkomentar melalui sosial media.
Namun, tahukah mereka bahwa sosial media itu ya memang tempatnya pamer. Â Toh, sejatinya memang sosial media diciptakan sebagai wadah untuk menuangkan berbagai macam aktifitas penggunanya. Soal apakah aktifitas itu menarik atau tidak, bermanfaat atau tidak bahkan seide atau tidak, ya itu urusan masing-masing orang yang melihat.
"Alhamdulillah, hari ini dapet 1 juz," ujar si fulan di status facebooknya.
Di tempat lain, si Dudung membuat status, "Riya banget sih, urusan ibadah saja dipamerin."
Nah loh! Terlepas Dudung mengenal Fulan atau bahkan sengaja membuat status itu untuk menyindir Fulan atau bukan, jadinya aneh aja gitu. Segitunya menyisihkan konsentrasi khusus demi mengomentari kelakuan orang lain.
Well, saya pribadi, sebagai pengguna berbagai macam sosial media juga gak luput dari kebiasaan ini. Saya pernah kok nyinyirin orang ntah karena sifat dan kelakuannya atau aktifitasnya dengan sengaja. Tapi, dewasa ini saya menyadari bahwa hal tersebut mengerus energi. Simpelnya, jika ada hal-hal yang nggak sesuai dengan apa yang kita pikirkan, maka abaikan saja.
Berhasil? Oh tentu tidak. Namanya juga saya masih latihan. Tapi, setidaknya saya berjanji kepada diri sendiri untuk meminimalisasi mengomentari aktifitas hidup orang lain terlebih yang tak menyangkut diri saya dan tidak merugikan secara langsung.
Publikasi atau Tanpa Publikasi?
Dari instagram story Dinda --sepupu, saya mengetahui ia bersama beberapa saudara lain tengah mengumpulkan donasi yang akan disalurkan kepada mereka yang  berhak. Wah, dalam hati saya salut dan bangga juga. Secara, Dinda ini terkenal manja dan saya tak pernah nyangka jika kemudian, dia bergerak dan melakukan gerakan kepedulian semacam ini --no offence, dek hehe.
Mereka membagikan pengalaman itu di sosial media mereka. Ya, mereka mempublikasikannya sebagai bentuk tanggung jawab dan laporan kepada semua pihak yang telah berdonasi. Di sisi lain, ternyata publikasi itu membentuk efek domino positif. Di mana, banyak orang yang melihat dan tergerak ingin berdonasi juga sehingga Dinda dan timnya "harus" membuka open donasi lagi dan lagi. Alhamdulillah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!