Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jika "Terpaksa" Menyelenggarakan Ibadah Tarawih, Ini yang Harus Diperhatikan Pengurus Masjid

9 April 2020   11:24 Diperbarui: 9 April 2020   19:04 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cara cuci tangan yang benar. Source KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Kemarin, saat pulang ke rumah, saya diingatkan sama ibu, "malam ini Nisfu Sya'ban loh, Yan."

Nisfu sya'ban sendiri adalah peringatan pada tanggal 15 bulan ke-8 (bulan Sya'ban) dalam kalender Islam. Dikenal juga sebagai Laylatul Bara'ah yang diterjemahkan menjadi "malam pengampunan dosa," atau, "malam berdoa." Jika sudah tiba di titik ini artinya jelas, ramadan sudah sangat dekat. Dan, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami sekeluarga biasanya akan ke masjid untuk salat Magrib dan Isya berjamaah, di mana waktu jeda diantara keduanya dilalui dengan pembacaan surat Yasin sebanyak 3 kali.

Tadi malam, saya melakukannya seorang diri di rumah. Awalnya nampak biasa, tapi kok ya menjelang berakhir mendadak melow, ya! Serasa ada yang kurang gitu. Dan, saya ngebayangin gimana jadinya Ramadan tahun ini tanpa "ritual" tarawih di masjid sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Sudah 2 tahun belakangan saya keukeuh rutin tarawihan di masjid dan menolak semua ajakan buka bersama di luar rumah. Dan, rencananya tahun ini saya kembali akan melakukan hal yang sama. Namun, tahun ini kondisinya berbeda. Covid-19 hadir dan mebatasi ruang gerak tak hanya saya, tapi seluruh orang yang ada di dunia ini.

Menteri Agama Fachrul Razi pun melalui pidatonya sudah menghimbau agar tahun ini penyelenggaraan salat tarawih tidak dilakukan di masjid melainkan dapat dilakukan di rumah masing-masing. Dan, sesuai hukumnya, salat tarawih memang tidak wajib dilakukan di masjid sebagaimana salat Jumat. Nah, untuk salat Jumat saja, di situasi genting sekarang ini saja bahkan MUI mengeluarkan fatwa salat Jumat ditiadakan dan digantikan dengan salat zuhur saja.  

Menurut saya, ini langkah yang tepat yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19. Sayangnya, langkah ini baru sebatas himbauan dan ketegasannya masih kurang karena masih saja ada masjid-masjid yang tetap menyelenggarakan salat berjamaah di masjid walaupun mereka berada di zona merah.


Tadi malam saja, di masjid dekat rumah kami, salat berjamaah dan "ritual" Nisfu Sya'ban masih berlangsung. Di sini, saya nggak akan ngebahas banyak soal kenapa pengurus masjid kami masih melakukan hal itu (selain akan sangat melelahkan juga yekan). Sesuai judulnya, saya ingin fokus menyoroti jika nanti masjid-masjid tetap melaksanakan ibadah salat tarawih berjamaah.

Sekali lagi, selama apa yang disampaikan pemerintah (melalui menteri agama) masih sebatas himbauan, maka pelaksanaan ibadah ini kembali ke kebijakan para pengurus. Saya pribadi sih lebih ingin semua pengurus masjid kompak, ya. Walau di sisi lain saya juga mau banget salat tarawih di masjid. Kadang, di pikiran terliar saya terlintas, "kayaknya jika ada satu warga di kampung yang postif covid-19, baru deh para pemuka agama ini paham dengan bahaya yang mengintai."

Saya harap, para pengurus masjid/pemuka agama yang masih tetap menyelenggarakan ibadah tarawih, sebaiknya melakukan beberapa tindakan pencegahan, tak semata-mata dengan menyelenggarakan ibadah hanya berdasarkan dalih, "masak mau ibadah saja dilarang!" atau, "semua ini kehendak Allah Swt, kalau Allah Swt mau menurunkan wabah di kampung, ya itu akan terjadi." >.<

Deteksi Suhu Tubuh dengan Infrared Thermometer

Saya pernah dengar seorang berseloroh, "kenapa ibadah di masjid dilarang padahal mall tetap buka?" duh capek deh. Lelah abang, neng! Oke, jika memang mau tetab ibadah, maka pengurus masjid harus siap infrared thermometer dan siapkan satu petugas khusus yang akan mendeteksi suhu tubuh jamaah yang datang ke masjid.

Barusan saya cek, alat ini harganya sekarang sekitar 1 juta. Mahal? Tergantung. Harganya memang lebih mahal dari sewaktu covid-19 merebak, tapi mengingat fungsinya sangat penting maka harga itu jadi sepadan.

Penggunaan infrared thermometer. Source image kompas.com
Penggunaan infrared thermometer. Source image kompas.com
"Masjid mana punya uang."

Ada kok! Saya yang biasa salat di masjid kecil saja kalau laporan keuangan, maka kas masjid itu bisa puluhan juta. Tinggal mau atau tidak mengalokasikan dana untuk membelinya. Jikapun memang gak ada uang banget, coba minta sumbangan ke warga terutama yang berpunya. Jika ada 10 orang kaya yang kasih sumbangan 100 ribu aja, maka alat itu bisa kebeli. Masih ada 2 minggu lebih untuk melakukannya. Bergeraklah!

Suhu tubuh normal manusia itu antara 36,5 hingga 37,2 derajat celcius. Seseorang dapat dikatakan demam jika suhu tubuhnya menyentuh angka 37,5 celcius. Nah, jika dari pengukuran infrared thermometer terindikasi hal ini, maka petugas masjid harus dengan tegas melarang jamaah untuk masuk ke dalam masjid.

Sediakan Gentong Air dan Sabun

Jika memasih nggak kebeli infrared thermometer, maka siapkan gentong air dan sabun. Tempatkan gentong airnya lebih tinggi (bisa ditarok di atas meja). Simpelnya ya macam galon air minum deh, sehingga orang bisa cuci tangan dulu sebelum masuk masjid dengan sabun dan membilasnya dengan air yang mengalir.

Cara cuci tangan yang benar. Source KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Cara cuci tangan yang benar. Source KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Jikapun infrared thermometer ada, maka kesediaan gentong air dan sabun ini tetap wajib ada. Sudah banyak artikel yang menjelaskan betapa pentingnya cuci tangan dengan sabun. Walaupun sejak dari rumah sudah merasa bersih, ada baiknya begitu tiba di masjid ya tetap cuci tangan karena kita kadang tak sadar menyentuh apa saja selama dalam perjalanan.

Jamaah Wajib Memakai Masker

Sesuai himbauan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maka semua orang yang keluar rumah termasuk datang ke masjid wajib mengenakan masker. Nggak harus masker khusus namun masker kain pun jadi. Masker jenis ini banyak yang jual dan harganya pun terjangkau. 

"Duh, saya sesak kalau pakai masker," kata si Fulan.

Jika begitu, mohon maaf Fulan, Anda sebaiknya diam saja di rumah. Saya rasa, Tuhan juga benci dengan makhluk egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, kan?

"Sesungguhnya manusia diciptakan keras kepala -- putus asa ketika hal-hal buruk terjadi, menyesali ketika hal-hal baik datang." (QS. 70: 19-21).

Tegas Kepada Jamaah yang Tidak Sehat

Tidak salah memang jika bersemangat meraih pahala lebih besar dengan salat jamaah ke masjid. Di situasi normal, orang biasa ya datang ke masjid saat flu ringan (batuk, pilek) walaupun tidak demam. Nah, jika saat pemeriksaan suhu tubuh normal namun jamaah ini nampak bersin-bersin dan pilek, maka petugas masjid (dengan berbagai macam pendekatan) dapat meminta jamaah ini untuk pulang dan beristirahat di rumah.

Jika tidak mau? Tolong bersikap tegaslah! Ada banyak jamaah lain yang harus dilindungi. Ini saat yang rentan. Saat melihat orang bersin lebih menyeramkan ketimbang melihat orang membawa sajam ibaratnya.

Kepada jamaah, juga harus mengenal tubuh sendiri. Bagi yang imunnya lemah, mbok ya diam sajalah di rumah. Juga, yang lagi gak sehat, please lah nggak usah dulu ke luar rumah sehingga dapat membahayakan orang lain.

Shaf Berjarak, Tak Usah Berjabat Tangan dan Efektifkan Waktu Ibadah

Umumnya, jamaah akan berjabat tangan jika bertemu di masjid. Nah, di saat seperti ini, hal itu tak perlulah dilakukan. Walaupun sudah cuci tangan sebelum masjid, siapa tahu kan ada jamaah yang sentuh-sentuh hidung atau mulut tempat kuman bersarang.

Waktu ibadah di masjid juga dapat diefektifkan. Imam dapat mengganti ayat-ayat yang panjang dengan ayat yang lebih pendek agar waktu ibadahnya lebih singkat. Tempo membacakan ayatnya juga dapat dilakukan dengan lebih cepat tentu dengan tetap memperhatikan benar tidak cara pengucapannya. Intinya, hal-hal kecil semacam itu dapat berdampak besar sekarang ini.

Hal lain yang dapat dilakukan ialah dengan menerapkan shaf berjarak antar jamaah. Sekali lagi, di saat genting seperti sekarang (baca: darurat) semua dapat ditolerir.

Source image: harakatuna.com
Source image: harakatuna.com

Bikin Spanduk Berisi Sosialisasi Hal-hal Ini

Modal bikin spanduk itu murah. 1 meternya hanya Rp.10.000 sd Rp.15.000. Bikin spanduk ukuran besar semacam 3 x 1 meter saja tak sampai Rp.50.000. Sampaikan di spanduk bahwa semua hal-hal di atas diberlakukan di masjid tersebut demi terselenggaranya ibadah dengan lebih baik dan kondusif di tengah covid-19.

Bikin spanduk yang simpel, tanpa ada deretan muka pejabat-haus-pengakuan seperti yang banyak tersebar di jalan (kapan-kapan saya tulis soal ini, udah gemas bukan main). Dan, saya harap, jamaah dapat memahami hal-hal tersebut diberlakukan karena memang situasi menghendakinya.

Saya pribadi, sekali lagi, mengharapkan covid-19 ini dapat segera berlalu. Dalam doa, saya meminta agar Tuhan segera memberikan jalan keluar agar umatnya dapat kembali memakmurkan rumah-rumah ibadah.

Sebesar apapun keinginan saya untuk dapat tarawih ke masjid lagi tahun ini, namun jika hal tersebut dapat membahayakan dan menimbulkan lebih banyak mudharat maka saya memilih untuk beribadah di rumah saja. Islam yang saya tahu ialah Islam yang memberikan kemudahan.

Wallahu alam.

kompal-lawan-corona-5e8f109c097f365add5cb9b2.jpg
kompal-lawan-corona-5e8f109c097f365add5cb9b2.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun