Secara orang tua lahir dan besar di Palembang, begitu pun dengan kami anak-anaknya, di keluarga, kami tidak mengenal tradisi mudik. Soalnya hampir semua keluarga besar tinggal di Palembang. Mereka yang tinggal di luar kota-lah yang kemudian balik dan mudik ke Palembang. Dan, keluarga kami, sebagai "tuan rumah" pun bersiap menyambut keluarga besar ini.
Kadang, terselip rasa iri melihat keseruan para mudikers yang kayaknya seru banget mempersiapkan mudik. Belum lagi kalau ada cerita-cerita seru selama perjalanan. Tapi, kalau ingat bahwa mudik itu butuh persiapan yang gak sepeleh, ujung-ujungnya saya pribadi bersyukur nggak harus merasakan tradisi mudik ini hehehe.
Baca juga: Kisah Mengharukan Si Buta dan Si Bisu Ketika Ingin Mudik LebaranÂ
Kenapa?
Pertama, mudik itu butuh biaya yang nggak sedikit. Kalian harus mempersiapkan anggaran khusus untuk ini. Dimulai dari biaya transportasi (apalagi dengan tiket domestik yang mencekik), lalu persiapan THR untuk saudara-saudara di kampung. Ada gejolak prestisius bagi para pemudik, apalagi yang dianggap sukses di perantauan.
Solusi: Harus mempersiapkan keuangan dengan baik. Nabung dan manfaatkan THR untuk mudik.
Kedua, mudik itu melelahkan. Walaupun juga menyenangkan. Perasaan capek saat di perjalanan (apalagi jika perjalanan darat, ya!) dapat tergantikan dengan membuncahkan perasaan rindu yang sudah terkekang lama. Kalau berada di posisi mereka sih saya juga rela capek demi ketemu keluarga yekan.
Solusi: Harus mempersiapkan fisik yang prima. Jangan sampai sakit menjelang mudik, di perjalanan atau begitu tiba. Rugi kalau udah di kampung eh malah meringkuk di kamar.
Ketiga, harus meninggalkan rumah. Nah, rumah-rumah kosong selama ditinggal mudik ini biasanya rentan dijadikan sasaran tindak kejahatan. Makanya pembobolan rumah kosong saat lebaran biasanya meningkat. Yang harus diperhatikan juga bahaya bencana seperti kebakaran. Penting untuk memisahkan/menyimpan surat/barang berharga di tempat yang aman.
Solusi: Koordinasi dengan pengamanan setempat, misalnya petugas keamanan komplek, atau minimal minta bantu tetangga kiri kanan, depan belakang untuk memantau. Makanya penting sikap harmonis dengan tetangga.
Keempat, rawan kecelakaan. Meningkatnya jumlah pemudik sayangnya suka berbanding lurus dengan jumlah kecelakaan. Banyak banget imbauan untuk nggak mudik pakai motor. Atau motornya diangkut pake jasa pengiriman barang karena angka kematian pemudik kendaraan roda dua ini sangat besar.
Solusi: Selalu berhati-hati saat berkendara. Jangan memaksakan diri kalau lelah. Ingat, keluarga di rumah menanti.
Kelima, harus menentukan skala prioritas. Tentang apapun. Dari berapa lama waktu mudik, berapa banyak barang yang harus dibawa dsb. Sebagai budak koorporasi yang cutinya terbatas mesti tahu diri yekan. Apalagi buat ASN. Jangan sampe mudiknya molor dan gak masuk kerja di hari pertama. Dosa!
Solusi: Harus berani kejam sama jadwal yang ditetapkan. Jangan sampai merugikan banyak orang.
Kelakuan Netijen +62
Nah yang ini beda lagi. Setiap tahun, adaaaa aja kisah kocak netizen/warganet yang melaporkan berapa serunya mudik lebaran di Indonesia. Diantaranya yang dilakukan oleh para pemudik yang mudik dengan kendaraan roda dua seperti ini.
Dengan sengaja, mereka menempelkan tulisan di bagian belakang tubuh mereka. Tulisannya kocak-kocak, dan lumayan bikin yang baca gak ngantuk hahaha. Selain itu kisah mudik khas Indonesia adaaa aja di setiap musim lebaran. Misalnya saja,pemudik yang nggak sengaja meninggalkan anak seperti ini. Â Klik ini untuk berita lengkapnya.
Hahaha itulah beberapa cerita seru tentang pemudik di Indonesia. Buat kamu yang tahun ini mudik, jangan lupa untuk terus waspada ya. Ingat, keluarga menanti di rumah, oke!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H