Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Apa Perlu Berburu Takjil Jika Ada Ibu di Rumah?

12 Mei 2019   14:38 Diperbarui: 12 Mei 2019   14:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang takjil. Souce kompas.com

Ramadan datang membawa berkah bagi semua orang. Ya, termasuk para pedagang (dadakan) yang biasanya berjualan di sepanjang jalan terutama yang berada dekat dengan perumahan warga dan lingkungan kantor. Yang bikin senengnya, pedagang ini nggak hanya didominasi oleh warga muslim. Di Palembang yang penduduknya majemuk, Ramadan juga jadi berkah bagi umat lain untuk mendapatkan rezeki dengan menjual makanan.

Saya sendiri termasuk yang diuntungkan dengan keberadaan para pedagang ini. Jika butuh makanan, tinggal jalan ke gang depan tempat pedagang ngumpul, lalu beli deh makanan yang dimau. Berbagai macam makanan tersedia, dari makanan berat hingga ringan hehe.

Mau beli nasi? Ada. Gak hanya RM Padang, tapi juga ada warteg atau pedagang musiman yang menjual lauk pauk. Kalau mau beli pempek dan teman-temannya (model, tekwan, laksan, model, celimpungan dsb) juga mudah ditemukan.

Deretan makanan khas Palembang. dokpri
Deretan makanan khas Palembang. dokpri

Apalagi pedagang gorengan atau kue-kue, wuih, membludak. Sampai bingung mau beli yang mana. Rasanya pingin diborong semua hahaha. Tapi, sebetulnya beberapa tahun belakangan ini saya sudah jarang sekali berburu takjil ini.

Kenapa?

Karena semua sudah dipersiapkan ibu di rumah. Tinggal request maka makanan yang diharapkan akan tersedia. Jikapun mau beli sesuatu, biasanya yang bikinnya rada ribet atau unik. Misalnya saja aneka es. Favorit saya sih bubur sumsum atau es kacang merah. Ibu bisa bikin, tapi karena alasan kepraktisan, ya mending beli.


Saya beruntung karena ibu (relative) sehat. Ibu juga sesehari nggak bekerja di luar sehingga waktunya penuh dihabiskan di rumah sehingga masih sempat masak. Di sisi lain, saya menyadari banyak para ibu yang berkarir di luar rumah sehingga keberadaan para pedagang takjil ini sangat membantu.

"Tapi ada sih yang gak kerja kantoran tapi malas masak," ujar beberapa orang.

Eh jangan buru-buru justifikasi seseorang malas (belajar) masak, ya! Masing-masing orang punya pertimbangan masing-masing. Gak bisa kita bilang keluarga A lebih baik dari keluarga B. seperti yang saya bilang tadi, ibu saja juga masih sesekali beli kok.

SERUNYA BERBURU TAKJIL

Di Palembang, ada satu pasar dadakan yang dinamakan Pasar Beduk. Dulu berlokasi di halaman Masjid Agung Palembang. Sekarang lokasinya berpindah dan paling sering berada di sekitaran Monpera. Dulu, saat masih kecil biasanya satu kali kami sengaja datang ke sana buat beli makanan. Hmm, sebetulnya lebih ke pelesirannya ya.

Favorit buat buka puasa. Dokpri
Favorit buat buka puasa. Dokpri

Yang ditekankan orang tua kalau berburu takjil biasanya, "beli secukupnya. Kalau lagi lapar memang jadi ikutan lapar mata. Nanti pas buka puasa, makanannya gak termakan dan mubazir."

Hehe, ini bener banget. Saat berburu takjil biasanya semua ingin dibeli. Padahal kebutuhan tubuh ya gak begitu banyak. Biasanya begitu makan sesuatu udah kenyang. Lagipula, kadang zonk juga pas nemu makanan yang ternyata rasanya tak seenak penampilannya.

Oh ya, demi turut serta menjaga bumi yang sudah sakit, gak ada salahnya membawa wadah makanan jika mau membeli takjil ini. Umumnya pedagang ini menggunakan plastik, makanya sampah plastic semakin banyak. So, dapat dimulai dari diri sendiri untuk turut membantu menjaga lingkungan, ya.

Selamat berburu takjil.

Kompal (Kompasianer Palembang)
Kompal (Kompasianer Palembang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun