"Gue suka deh cowok yang banyak bulunya. Macho!"
"Monyet, dong!"
"Enak aja! Kayak Baqir itu lho, anak IPS yang jago basket!"
"Oh, Baqir yang itu... Onta, dong!"
"Kurang asem, lu, Dew, hihihihihi!"
Dada Pepep naik turun ketika mendengar eh tunggu tepatnya nguping pembicaraan Rasti dan Dewi di kantin. Bukannya apa-apa, Rasti adalah cewek yang sudah Pepep incar sejak lama. Sejak ia mengenal cinta, sejak ia lepas pake popok, eh nggak ding, sejak ia menginjakkan kaki di sekolah yang mengharuskan muridnya memakai seragam putih abu-abu.
Kini, secara sengaja (karena emang niat nguping tadi), ia akhirnya tahu tipe cowok yang disukai Rasti. Cowok yang punya banyak bulu. "Aneh juga tuh anak," pikir Pepep. Tapi setelah ditelaah dengan saksama dengan tempo waktu sepanjang-panjangnya, Pepen paham. Cowok yang memiliki bulu emang terlihat lebih macho. Terlihat  lebih jantan, gitu.
Pepep memandang tubuhnya sendiri. Minim bulu. "Mana masuk kriterianya Rasti," pikirnya lagi. Ia mengingat-ingat, bagian tubuh Baqir mana saja yang dipenuhu bulu. "Kepala... alis... sedikit di dada... ketiak... kaki... dan... hihihi," Pepep tertawa sendiri.
"Butuh bantuan ke RSJ, Pep?" tepuk Anan mengaburkan lamunannya.
"Siamang! Ngagetin gue aja, lu!"
"Elu, sih, ngelamun mulu. Udah Pep, terima aja nasip lu, jangan sedih dengan muka lu yang mengenaskan itu."