Bola matanya menatap lurus ke arah mamanya. Mamanya menghela napas pelan dan tersenyum, "loh, kan puasa itu untuk mendapatkan pahala, sayang. Bukan untuk mendapatkan uang."
"Iya tapi kan tidak adil! Kok Heni diberi uang oleh mamanya," ujar Ara dengan nada sedikit meninggi. "Belum lagi, tiap minggu Heni diberi hadiah tambahan. Minggu lalu Heni dibelikan bando bergambar princess kesukaannya. Dan minggu depan katanya akan dibelikan baju baru," Ara kembali berujar sambil mendengus kesal.
"Apa tidak sayang puasanya dibatalkan?"
Mendengar itu Ara nampak ragu. Tak lama ia berkata, "ya sudah, hari ini Ara akan tetap puasa. Tapi, besok Ara tidak mau puasa lagi." Begitu ujarnya sambil bergegas masuk ke dalam kamar.
* Â * Â *
Sekitar pukul 2 siang, Gara, abang Ara pulang. Abangnya ini sudah bersekolah di jenjang lanjutan tingkat pertama. Pulangnya agak siang karena katanya ikutan pesantren kilat di sekolah.
"Assalamualaikum. Ma, tadi Gara ketemu tante Tika. Beliau bilang, pesanan 50 cangkir bubur sumsumnya bisa diambil jam 5 sore," sapa Gara begitu bertemu mamanya.
Ara mendengar percakapan itu dengan saksama dari dalam kamar. Dia bingung, untuk apa mamanya membeli bubur sumsum sedemikian banyak. Dia juga teringat, setelah sahur, mama langsung sibuk di dapur menyiapkan adonan pempek. Dan jumlahnya cukup banyak.
Tak lama setelah larut dalam rasa penasaran, Ara terlelap di antara tumpukan majalah Bobo kesayangannya yang tergeletak di atas kasur. Ara terbangun saat mendengar suara adzan yang mengalun dari masjid kecil yang berada di ujung jalan.
"Ara sayang, sudah bangun rupanya? Hayo salat ashar dulu dengan mama."