Sebagai seorang tukang makan, saya kadang tidak menyadari betapa banyak effort yang dipersiapkan seorang ibu untuk menyiapkan makanan bagi keluarganya (anak dan suami). Tahunya saya itu pokoknya makaaan aja, gitu. Padahal, ada banyak sekali rangkaian dari "perjalanan" sepiring makanan hingga kemudian tersedia di meja makan.
Upaya seorang ibu untuk menyiapkan asupan makanan bahkan sudah dimulai sejak beliau mendapatkan uang belanja dari suami (baca : ayah). Uang yang sudah dijatah sekian rupiah setiap hari itu harus diperhitungkan dengan matang. "Oke, uang ini harus cukup untuk beli A, B bahkan hingga Z."
Jika ibumu seorang single fighter maka usaha yang dilakukan beliau lebih berat lagi. Beliau harus bekerja dulu untuk mendapatkan rupiah demi rupiah yang akan dipergunakan untuk kebutuhan keluarga.
Ibu harus berpikir taktis memilih bahan makanan yang ada. Pertimbangannya cukup kompleks. Dimulai dari budget yang tersedia, tingkat kesulitan mengolahnya, mempertimbangkan selera mayoritas orang di rumah hingga nilai kandungan gizi yang ada di bahan makanan tersebut.
Sampai di rumah, semua bahan itu harus segera dipersiapkan. Ikan harus disiangi. Sayur harus dipoteki, bumbu-bumbu harus siap diulek. Proses masaknya sendiri jadi satu tantangan. Rasa mesti pas biar nggak dikomentari, "bu, pindang ikannya kurang nendang!" oleh anaknya (baca : saya hahaha*).
Btw, saya jadi teringat video yang sangat menginspirasi berikut ini. Coba simak, ya!
Sahur Tanpa Ibu
Makanya, even yang terhidang di meja makan "hanya" sekadar telor ceplok, (kini) saya paham bahwa ada banyak sekali usaha yang dilakukan di sana. Terlebih lagi di saat Ramadan seperti sekarang. Tak cukup bekerja seharian penuh dari dari pagi hingga menjelang berbuka puasa, seorang ibu pun harus bangun dini hari, menyiapkan semua kebutuhan sahur bagi keluarga.