Sejak tergabung dalam situs pertemanan couchsurfing.com dan hospitalityclub.org sejak beberapa tahun lalu, saya dan keluarga sudah terbiasa menerima kedatangan tamu di rumah. Yup, kedua situs tersebut bukan laman pertemanan biasa seperti Facebook, Instagram atau Twitter.
Dengan misi semangat mengenalkan dan pertukaran budaya, para member di kedua situs tersebut dapat memungkinkan untuk memberikan tumpangan atau mencari tumpangan saat melakukan perjalanan di satu kota di seluruh dunia.
Alhamdulillah, saya memiliki keluarga yang welcome dengan orang asing. Tidak hanya warga lokal namun juga tamu dari luar negeri kerap datang ke rumah untuk menumpang menginap beberapa hari sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke kota lain.
"Bagaimana jika Ramadan?" oh tentu saja hal itu tidak menghalangi untuk kami menerima tamu. Beberapa couchsurfers (sebutan untuk para petualang ini) datang saat Ramadan loh. Jika mereka warga local/WNI, maka ya biasa saja, mereka akan beraktivitas sama seperti kami. Lalu, bagaimana jika yang datang bule*? Nah ini yang akan saya ceritakan di tulisan ini. Simak terus, ya!
Ketika Julian Ingin Belajar Puasa
Ramadan baru berjalan beberapa hari saat saya menerima request message dari Julian Striling, pemuda yang lahir dan besar di Australia. "Saya kunjungan pertama saya di Indonesia. Saya berencana mengeksplorasi Pulau Sumatra. Bolehkah saya menginap di rumahmu untuk beberapa hari?" tulisnya di pesan tersebut. Tentu saja dalam bahasa Inggris.
Baiklah, karena saya memang ada di rumah (baca : sedang tidak dalam melakukan perjalanan) maka dengan senang hati saya dan keluarga menerima kehadiran pemuda bertubuh jangkung dan brewokan ini. Di hari kedatangannya, saya menjemputnya di bandara dan langsung saya ajak ke rumah.
Walaupun non muslim ternyata Julian sedikit tahu tentang berpuasa. "Saya punya beberapa teman muslim," ujarnya. Saat tiba di rumah di sore hari dan dihidangkan beberapa cemilan oleh ibu, kami berbincang banyak. Ternyata Julian pernah belajar bahasa Indonesia di sekolahnya dulu. "Namun sudah lupa," lanjutnya lagi.
Begitu waktu berbuka tiba, Julian kembali kami ajak untuk makan bersama. Alhamdulillah, Julian ternyata cocok dengan masakan Indonesia khususnya masakan Palembang. Hampir semua makanan yang terhidang ia cicipi. Ibu senang karena Julian bukan termasuk tamu yang picky dalam urusan makanan.
"Jadi kan gak pusing mikirin mau masak apa untuk besok," sahut ibu.
Oh ya, walaupun ayah dan ibu tidak dapat berbahasa Inggris, itu tidak jadi masalah besar. Toh saya dan kedua adik dapat menerjemahkan. Dan, jangan lupa, "saya percaya, ada bahasa yang tak bersuara. Ada aksara yang tak membutuhkan kata-kata. Dan itu cinta," sahut Windy Ariestianty.
Saat masih seru makan bersama, tiba-tiba....
 "Karena. Kalian semua. Puasa. Besok. Saya. Puasa"
Julian berkata terbata-bata memakai bahasa Indonesia sambil terus mengunyah makanan saat berbuka puasa di rumah kami. Mendapati keinginannya untuk berpuasa, seketika kami semua (saya, orang tua dan dua adik) terkejut.
"Are you sure, Julian? Because you have to wake up early morning around 3.30 am for sahur," Tanya saya memastikan.
Mata Julian mengerling. Dia masih belum paham apa itu sahur. Kenapa harus bangun sedini itu karena yang ada dibenaknya berpuasa hanya tidak boleh makan dan minum. Saya lalu menjelaskan mengenai puasa secara umum. Lantas dia berkata, "Oh okay, tentu, kenapa tidak? Jika saya tidak pernah mencoba, saya tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya berpuasa seperti kalian."
Begitu ya? Hmm, baiklah, mari kita lihat bagaimana besok.
Julian Ikutan Tarawih dan Sahur
"Oh ya, btw, are you okay to stay alone at home for hmm around 1 hour while we all praying in mosque?" Tanya saya menjelang berbuka puasa selesai.
"Apakah masjidnya jauh?"
"Oh masjidnya dekat sekali. Hanya 3 menit berjalan kaki," jawab saya lagi.
Awalnya Julian berkata ia tidak masalah untuk tinggal sendirian di rumah. Namun, dari gesture-nya, ia nampak sangat penasaran. Ia juga terus bertanya mengenai aktivitas di masjid. Seperti, "Salat itu seperti apa, sih?" atau, "Bagaimana suasana di masjid?"
"Wah, apa aku boleh ikut?" tanyanya lagi dengan suara yang bersemangat.
"Tentu saja boleh," jawab saya. Walau begitu, saya tetap memastikan hal itu dengan bertanya ke ayah. Ayah sendiri bilang bahwa tak mengapa jika dia mau ikut.
"Ide bagus. Baiklah, aku akan ikut dan menunggu di luar," sahutnya.
"Kenapa menunggu di luar? Kau bisa masuk ke dalam."
"Bukankah orang 'seperti aku' tidak boleh masuk ke dalam masjid?"
Saya lalu menjelaskan. Bahwa masjid terbuka untuk siapa saja. Bahkan oleh orang yang tidak menjadikan masjid sebagai rumah ibadahnya, seperti dia. Yang penting adalah menjaga prilaku dan berpakaian pantas.
Kebetulan, setelah mandi sore, Julian mengenakan kemeja putih dan celana bahan panjang. Yeah, dia bule yang rapi hehe.
Di masjid...
Sekitar pukul 18:45, kami sudah berada di masjid. Jam segitu masjid belum terlalu ramai. Pas-lah, biar Julian tidak terlalu menjadi pusat perhatian.
Saya mengajaknya untuk duduk di deretan belakang dan di pinggir dinding. Tapi ya, semua cowok ganteng --Julian maksudnya, saya mah ganteng banget hahaha, lambat laun akan terdeteksi, kan? Hehe, karena posisi laki-laki berada di depan, deretan ibu-ibu yang duduk di shaf belakang langsung menyadari. Bisik-bisik, wah ada bule, terdengar cukup jelas.
Sebelum berangkat ke masjid, saya sudah mengingatkan bahwa dia akan jadi pusat perhatian. Jika dia merasa tidak nyaman, dia bisa pulang.
Eh ternyata Julian betah duduk di masjid hingga salat tarawih selesai. Anak kecil yang ke sana-mari cari perhatian ditanggapinya dengan senyuman.
Sepanjang jalan dari masjid ke rumah, dia terus menerus mengucapkan terima kasih karena sudah diajak. Lha, kalau sudah begini, siapa coba yang gak meleleh.
Dia sangat berusaha untuk melebur ke aktivitas host-nya dan itu menurutku.... Keren! Alhamdulillah juga, respon warga masjid lain juga baik. Tidak ada yang menolak kehadirannya walaupun sepanjang prosesi tarawih dia hanya duduk dan pertanyaan para jamaah lain yang, "apa dia muslim?" kujawab dengan gelengan kepala.
Faktanya? Saya hampir menyerah untuk membangunkannya sahur. Saya berulang kali mengetuk pintunya, memangil namanya (dari yang pelan sampai setengah menjerit) namun dia tetap terlelap.
Ah, mungkin dia lelah hehe. Namun, ayah menyarankan agar saya masuk saja ke dalam kamarnya dan saya melakukannya.
Saya nyalakan lampu, saya bangunkan dia dan saya tanya apakah dia masih tetap tertarik berpuasa, and he said, "yes."
Kami menunggu di meja makan dan sosok tinggi jangkung itu perlahan berjalan menuju dapur dan... hup! Dia hampir terjatuh hahaha.
Dia jalan terhuyung-huyung seperti zombie dan kebetulan posisi dapur rumah kami lebih rendah. Melihat dia yang berjalan seperti mayat tidur kami semua tertawa. Benar-benar "tontonan" menarik dan jarang di rumah kami.
Lalu, apakah Julian berhasil menjalankan puasa pertamanya? Yes, he made it! Bahagia rasanya melihat dia turut merasakan nikmatnya berbuka puasa setelah seharian penuh menahan dahaga dan rasa lapar. So proud of him!
Menjemput Pavel di Kantor Polisi
Ini kisah lain di Ramadan yang berhubungan dengan bule. Setahun berselang, saya menerima tamu lain bernama Pavel yang berkebangsaan Belarus. Beda dengan Julian yang datang menggunakan pesawat, Pavel datang dari Jambi dengan hitchhiking alias menumpang kendaraan umum/pribadi secara gratisan. Benar-benar petualang sejati!
Tak lama setelah berbuka puasa, saya menerima telepon dari nomor asing. "Halo Pak, ini kami dari Poltabes Palembang. Ini temannya ada di ruang intel lantai 2. Kami tunggu di sini, ya!"
Ya ampun, sampe di ruang intel segala. Ada apakah? Jadilah, saya bergegas datang ke Poltabes dan mencari ruangan yang dimaksud. Begitu tiba, nampaklah Pavel tengah duduk dikerubuti para polisi. Namun, alih-alih tegang, saya menangkap aura yang cair saat itu.
"Haha, iya, Pavel memang akan ke Lampung sebelum ke Pulau Jawa. Tapi ya masih nanti, 3 hari lagi. Dia mau eksplor Palembang dulu dan menginap di rumah saya."
Semoga Ramadan menimbulkan kesan yang manis bagi Julian dan Pavel. InsyaAllah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H