Mohon tunggu...
om_nanks
om_nanks Mohon Tunggu... Lainnya - nikmati yang tersaji jangan pelit berbagi

☆mantan banker yang jualan kavling☆ ☆merangkum realita bisnis dalam sebuah tulisan☆ ☆penyelesaian kredit bermasalah advisor☆

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Investor Properti Rumah Sekunder di Tengah Himpitan Pasar Rumah Primer Milik Pengembang Perumahan

12 Februari 2023   21:08 Diperbarui: 12 Februari 2023   21:41 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Investor Properti Rumah Sekunder di Tengah Himpitan Pasar Rumah Primer Milik Pengembang Perumahan - Rumah primer, rumah sekunder. Opo maneh kuwi? 

Rumah sekunder adalah rumah yang telah berpindah tangan dari pemilik pertama kepada pemilik kedua, yaitu sebuah rumah yang awalnya dibeli dari pengembang perumahan untuk kemudian dijual kepada pemilik berikutnya atau singkatnya rumah sekunder adalah rumah seken (second).

Pasar rumah sekunder, tempat bertemunya para investor atau orang kebanyakan yang  menanamkan duitnya dalam bentuk properti khususnya rumah seken dengan end user rumah, dengan atau tanpa keterlibatan broker/property agency.

Para investor ini berasal dari latar belakang yang beragam, dari pekerja kantoran, pengusaha, profesional (dokter, bidan, pengacara, psikolog dan lain-lain), ibu rumah tangga yang menyisihkan sebagian duitnya untuk diinvestasikan dalam wujud properti rumah daripada disimpan di rekening bank dalam bentuk deposito sekalipun, karena lebih produktif.

Sejak maraknya investasi dalam bentuk properti beberapa puluh tahun yang lalu, ditambah dengan "mudahnya" berinvestasi dalam bentuk properti terutama properti rumah yang diiringi cuan yang menjanjikan. 

Berdampak semakin banyaknya jumlah investor yang masuk dalam bidang ini terutama pasar properti rumah seken.  

Terdapat dua tujuan investor pasar rumah sekunder dalam berinvestasi properti rumah dengan cara membeli dari pengembang perumahan,

Pertama dan sudah diuraikan diatas bahwa tujuan mereka berinvestasi properti sebagai tabungan masa depan dan berharap gain lebih besar dibandingkan apabila duitnya disimpan di bank (syariah).

Kedua sebagai aset yang akan dihibahkan kepada anak-anaknya di masa yang akan datang ketika anak-anak telah berkeluarga. Sambil sebelumnya diputar terlebih dahulu dengan cara diperjualbelikan dalam bentuk investasi properti rumah.

Kembali pada hukum ekonomi, ketika supply melimpah dan demand tidak bertumbuh secara signifikan, maka yang terjadi harga akan stagnan atau bahkan mengalami penurunan.

Ketika ketersediaan properti rumah seken melimpah sementara konsumennya tidak bertumbuh secara signifikan maka harga menjadi sensitif terkoreksi sehingga lebih menguntungkan end user.

Jauh sebelum pandemi global covid-19, investasi properti merupakan bisnis yang relatif mudah dijalani dan tidak membutuhkan banyak waktu, sehingga banyak orang yang tergiur untuk mencobanya.  

Apalagi di era digital 5.0 orang dengan leluasa dapat mengakses informasi termasuk di dalamnya tentang trend pasar yang menguntungkan dari bisnis ini.

Para investor/pemilik modal yang berasal dari beragam profesi tersebut diatas tadi berbondong-bondong berinvestasi properti dengan harapan gain di masa depan.

Para pemain/investor properti ini mampu membeli properti hingga rumah kedua dan ketiga bahkan keempat. Sementara end user properti rumah dari kalangan pasangan keluarga muda tidak bertambah secara signifikan. 

Ditambah lagi pengembang perumahan yang notabene bermain di pasar rumah primer/rumah baru memberikan layanan dengan harga jual yang kompetitif. Tentu saja hal ini menguntungkan end user karena memiliki banyak pilihan dalam menentukan hunian.

Selain properti dari pasar primer yang dibangun dan dibeli dari pengembang perumahan, juga tersedianya pilihan rumah sekunder yang melimpah yang banyak ditawarkan para investor yang notabene merupakan penyedia rumah sekunder.

Dari kondisi tersebut mau tidak mau harga rumah sekunder menjadi tertekan. Akibatnya terciptalah gap/selisih harga antara rumah primer dengan rumah sekunder menjadi semakin "mepet". 

Dengan kondisi seperti ini, investor properti atau pemain rumah sekunder menjadi tidak berkutik.

Apabila memasang harga jual rumah terlalu tinggi pasti tidak ada yang menawar karena end user lebih memilih properti primer/baru yang ditawarkan pengembang perumahan.

Dengan selisih harga yang mepet antara rumah primer dengan rumah sekunder, mengakibatkan end user lebih memilih rumah baru daripada rumah seken. 

Kecuali ada kelebihan yang ditawarkan rumah seken seperti misalnya dekat dengan rumah ibadah, playground atau lingkungan hunian/tempat tinggal sudah terbentuk.

Jika investor properti menjual barang dagangannya sesuai dengan harga pasar maka benefit cost ratio nya sangat tipis atau sebesar satu koma nol nol nol sekian. Alias rugi dan lebih untung duit ditaruh di bank (syariah). 

Sedangkan kalau bertahan, para investorpun akan berpikir ulang terutama yang usia properti rumahnya lebih dari 5 tahun sejak dibeli.

Beban biaya perawatan, kewajiban pembayaran listrik dan air serta gas, pajak bumi dan bangunan, iuran sampah, iuran keamanan, iuran lingkungan, dan iuran lain-lain menghantuinya di depan mata.

Beberapa pemain/investor properti melepas rumah seken kepada end user meski dengan harga "rugi" dengan pertimbangan meminimize kerugian yang berlanjut. 

Strategi barunya, sebagian para investor tadi merelokasikan investasinya ke jenis properti yang memiliki risiko rendah/low risk seperti lahan kavling misalnya.

Low risk yang dimaksud tidak serta merta sebagai sebuah investasi yang tidak berisiko sama sekali. 

Setidaknya apabila duit tertanam di jenis properti kavling/lahan ini biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum obyek laku terjual tidak terlalu besar.

Biaya yang dikeluarkan untuk jenis properti kavling/lahan relatif tidak ada, tidak mengenal biaya perawatan, iuran keamanan, iuran sampah, kewajiban pembayaran listrik dan air serta gas.

Kalaupun ada yang harus dibayar untuk pajak bumi dan bangunan dalam kurun waktu satu tahun sekali dan iuran lingkungan seperti biaya potong rumput dan tanaman liar itupun untuk jenis kavling/lahan yang berada di dalam lingkungan hunian premium.

Sebagai pemain kecil pada bisnis properti rumah seken, penulis turut terimbas dengan kondisi pasar rumah sekunder yang diuraikan diatas.

Salah satu solusi yang diambil agar tetap "hidup", segera melakukan rekapitalisasi dengan cara menjual "rugi" aset properti rumah untuk kemudian di alihkan menjadi properti lahan kavling sekaligus relokasi ke wilayah/pasar yang memiliki pasar nasional dan bukan lagi pasar lokal.

Artinya mencari pasar yang peminat/end usernya berasal dari berbagai wilayah kabupaten bahkan lintas provinsi di seluruh Indonesia.

Investor properti rumah sekunder ditengah himpitan pasar rumah primer milik pengembang perumahan, harus tetap survive dengan melakukan inovasi dan kreasi.

Bismillah, semoga.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun