Jarang kita temui dalam suatu klub olahraga dilatih oleh seseorang yang tidak pernah sama sekali bergelut di bidang olahraga, baik sebagai mantan pemain atau official. Sebuah kemustahilan tiba-tiba jatuh dari langit lantas menjadi seorang pelatih sebuah klub olahraga.
Demikian halnya dengan berwirausaha, seseorang dapat disebut sebagai mentor bisnis apabila orang ini pernah menjalani yang namanya berwirausaha, sebab akan paham betul dinamikanya.
Pengampu kelas bisnis atau pembicara bisnis akan lebih mudah diterima oleh peserta kelas bisnis/mahasiswa jika pernah menjadi pelaku bisnis meskipun pada saat yang sama belum didapati bisnisnya sukses dan besar, atau pada saat ini bisnis yang dikelola sedang berproses.Â
Setidaknya mereka pengampu kelas/pembicara bisnis pernah merasakan bagaimana prosesnya dinamika bisnis, pernah mengalami kerugian, ditipu oleh rekan, partner, saudara, teman dekat dan lain-lain, bahkan hingga bangkrut sekalipun, sebab berwirausaha tak semulus jalan bebas hambatan.
Jangan hanya melihat kehidupan para pebisnis yang telah menikmati kesuksesan saat sekarang, jadikan semangat mereka dalam menghadapi pasang surut dalam berwirausaha agar kita tetap bersemangat untuk mengejar mimpi melalui jalur yang sama yaitu berwirausaha.
Belajar dari mentor/guru yang benar-benar mumpuni dan expert dalam bidang usahanya merupakan salah satu langkah awal yang bagus lantas sediakan waktu untuk bertemu secara fisik dalam prosesnya agar apa yang sedang diperjuangkan benar-benar menghasilkan nilai yang luarbiasa dan dari sumber aslinya.
Garam Asin Hanya Setelah Dirasakan Lidah
Dalam sebuah proses belajar berwirausaha lakukan dengan cara on the spot ke lapangan atau bertatap muka dengan mendatangi lokasi usaha yang akan dipelajari. Lakukan proses "magang" atau apapun namanya dalam kurun waktu yang cukup sampai dengan benar-benar memahami dan berpeluang untuk melakukanya secara mandiri artinya kita sudah yakin dan siap untuk dilepas melakukan kegiatan berwirausaha secara mandiri.Â
Dengan sesekali tetap lakukan komunikasi dan konsultasi dengan mentor (pengusaha senior) agar apa yang sedang dijalani tetap berada di rel yang benar.
Proses transfer knowledge melalui sarana pembekalan bisnis dari pengampu/pembicara kelas bisnis kepada mahasiswa/peminat rintisan usaha harus benar-benar menyatu dan tidak sekedar menggugurkan kewajiban namun sedekah ilmu tersebut harus benar-benar bermanfaat dan dirasakan oleh para peserta kelas bisnis/mahasiswa.
Seyogyanya pengampu/pembicara kelas bisnis, dari mereka yang setidaknya pernah merasakan dinamika usaha. Para pengusaha yang pernah bergelut dengan dunia usaha yang tak sekedar mengumpulkan literasi tentang bisnis, mengikuti seminar bisnis disana sini, melihat konten bisnis di media sosial untuk kemudian dirangkum dan disampaikan kepada peserta kelas bisnis/peminat rintisan usaha/mahasiswa.
Tanpa mengecap garam, bagaimana kita tahu bahwa rasa garam itu asin, dan menceritakannya kepada orang bahwa garam itu asin, lantas asin yang seperti apa, atau jangan-jangan rasa asin yang dimaksud dipahami sebagai rasa masam?