Mohon tunggu...
Omjay Labschool
Omjay Labschool Mohon Tunggu... Guru - guru blogger indonesia

Blogger Handal di Era Global wa 08159155515

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang Malu, Tak Pulang Rindu

15 November 2024   09:15 Diperbarui: 15 November 2024   09:27 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar Flicker

Pulang Malu, Tak Pulang Rindu

Malam mulai merayap di langit, menandakan bahwa waktu telah beranjak larut. Di sudut-sudut kota, lampu-lampu berkelap-kelip, menciptakan suasana yang hangat namun menyimpan rasa sepi. Di tengah keramaian, ada cerita yang tak terucap, kisah seorang yang terjebak antara rasa malu dan kerinduan.

Ia baru saja meninggalkan tempat yang penuh kenangan. Setiap sudut tempat itu mengingatkannya pada tawa dan canda, pada momen-momen yang pernah membuat hidupnya berwarna. Namun, kini semua itu terasa seperti bayangan kelam. Malu menyelimuti hatinya; ia merasa tak pantas kembali. Berbagai kesalahan dan pilihan yang salah menghantuinya, membuatnya ragu untuk melangkah ke tempat yang pernah ia sebut rumah.

Di sisi lain, rasa rindu terus membakar. Ia merindukan suara lembut ibunya, ketulusan sahabat-sahabatnya, dan hangatnya pelukan yang menanti. Namun, entah mengapa, ia merasa bahwa pulang bukanlah pilihan yang tepat. Ia merasa telah mengecewakan orang-orang terkasih, seolah kembali hanya akan menambah beban mereka.

Setiap langkah menuju rumah terasa berat. Ia ingin berlari, namun kakinya seperti terikat. Malu dan rindu saling tarik menarik dalam hatinya. Ia teringat akan semua janji yang pernah diucapkan, semua harapan yang pernah ditanamkan. Kini, semua itu seolah menjadi beban yang menekan dadanya.

Sesampainya di depan pintu rumah, ia berdiri lama, menatap pintu yang tertutup rapat. Kenangan indah berkelebat, namun rasa malu mengunci langkahnya. Ia merindukan kebersamaan, tetapi terbayang akan tatapan kecewa yang mungkin akan ia temukan.

"Pulang atau tidak pulang?" tanyanya pada diri sendiri. Dan jawaban itu hanya terdiam di antara rindu yang menggebu. Dalam dilema ini, ia menyadari bahwa terkadang, pulang bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang menerima diri sendiri.

Dengan napas dalam, ia akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu. Mungkin, di balik pintu itu, ada pengertian dan cinta yang akan menyambutnya kembali, meskipun harus melewati rasa malu yang menyakiti. Ia tahu, tidak ada yang lebih berharga daripada cinta yang tulus, meski harus dimulai dengan pengakuan akan kesalahan.

Malam itu, ia belajar bahwa rindu yang tulus akan selalu menemukan jalan pulang, dan bahwa malu hanyalah bagian dari perjalanan menuju penerimaan diri. Dalam perjalanan pulang itu, ia berharap untuk menemukan kembali kedamaian yang hilang, dan membangun kembali jembatan yang pernah runtuh.

Input sumber gambar dokpri
Input sumber gambar dokpri

Pulang Malu

Pulang, seharusnya menjadi momen yang menyenangkan. Namun, bagi sebagian orang, pulang bisa menjadi beban yang membuat hati tertekan. Ada kalanya, pulang tidak hanya sekadar kembali ke rumah, tetapi juga menghadapi rasa malu yang menyelimuti.

Bayangkan seseorang yang telah pergi jauh dari rumah, menjelajahi berbagai tempat, dan mengukir impian. Namun, seiring dengan perjalanan itu, ada banyak kesalahan, kegagalan, dan pilihan yang tidak tepat. Ketika ia akhirnya memutuskan untuk pulang, rasa malu pun muncul. Ia merasa tidak layak kembali, seolah semua orang akan menilai dirinya berdasarkan kegagalan yang telah dilalui.

Di dalam perjalanan pulang, setiap langkah terasa berat. Kenangan indah bersamaan dengan keluarga dan teman-teman mulai membayang, namun rasa takut akan penilaian membayangi. Apakah mereka akan menerimanya? Apakah mereka akan mengingat semua impian yang pernah dibagikan?

Sesampainya di depan pintu rumah, ia berhenti sejenak. Pikirannya berputar, menimbang antara ingin masuk atau mundur. Malu membelenggu, membuatnya ragu untuk mengetuk pintu. Namun di balik rasa itu, ada kerinduan yang tak tertahankan. Rindu akan pelukan hangat, rindu akan tawa dan kebersamaan.

Akhirnya, dengan napas dalam dan hati yang berdebar, ia mengetuk pintu. Ketika pintu terbuka, ia melihat wajah-wajah yang penuh cinta dan kehangatan. Dan di situlah ia menyadari, bahwa pulang bukan hanya tentang kesalahan yang pernah dibuat, tetapi tentang kesempatan untuk memulai kembali.

Dalam pelukan orang-orang terkasih, semua rasa malu mulai memudar. Ia belajar bahwa setiap orang memiliki cerita, dan tak ada yang sempurna. Pulang, meskipun sulit, adalah langkah pertama untuk menemukan kembali diri sendiri.

Dalam momen itu, ia mengerti bahwa pulang bukanlah akhir dari perjalanan, tetapi awal dari babak baru yang penuh harapan.

Input sumber gambar dokpri
Input sumber gambar dokpri

Tak Pulang, Rindu

Di tengah kesibukan dan hiruk-pikuk kehidupan, ada satu perasaan yang sering kali menghantui: rindu. Rindu akan tempat yang kita sebut rumah, rindu akan wajah-wajah yang kita cintai. Namun, terkadang, kita memilih untuk tidak pulang meski rindu itu menggebu.

Ada banyak alasan di balik keputusan untuk tidak pulang. Mungkin kita sedang terjebak dalam rutinitas yang padat, atau mungkin ada ketidakpastian yang membuat kita ragu. Setiap hari kita menjalani kehidupan yang seakan menjauh dari rumah, dari orang-orang yang kita cintai. Namun, hati kita tidak pernah berhenti merindukan mereka.

Di malam yang sunyi, saat bintang-bintang berkelip di langit, perasaan rindu itu semakin mendalam. Kita teringat saat-saat berharga: tawa bersama keluarga saat makan malam, cerita-cerita hangat yang dibagikan di ruang tamu, atau pelukan hangat dari orang tua. Semua kenangan itu seolah berputar di dalam pikiran, membuat hati terasa hampa.

Namun, entah mengapa, kita masih memilih untuk tidak pulang. Mungkin kita merasa bahwa kita belum siap untuk menghadapi banyak pertanyaan, atau mungkin kita takut bahwa kembali akan membawa rasa sakit yang lebih dalam. Kita terjebak dalam dilema: antara rindu yang menggebu dan ketakutan yang mencekam.

Setiap pesan atau telepon dari rumah semakin memperdalam rasa rindu. Suara orang terkasih di ujung telepon mengingatkan kita akan cinta yang tulus dan kehangatan yang menanti. Namun, rasa ketidakpastian dan keraguan membuat kita tetap tinggal di tempat yang jauh.

Suatu saat, kita harus menyadari bahwa rindu yang mendalam adalah panggilan untuk pulang. Mungkin tidak ada tempat yang lebih nyaman daripada rumah, meskipun kita membawa beban kesalahan dan ketidakpastian. Pulang bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang menyambung kembali jalinan kasih yang mungkin telah terputus.

Ketika rindu semakin memuncak, mungkin saatnya bagi kita untuk melangkah kembali ke rumah. Menghadapi rasa takut dan malu adalah bagian dari perjalanan. Dalam pelukan orang-orang terkasih, kita bisa menemukan kembali diri kita, menyembuhkan luka, dan membangun kembali hubungan yang terabaikan.

Tak pulang adalah pilihan, tetapi rindu adalah panggilan hati yang tak bisa diabaikan. Suatu saat, kita akan mengerti bahwa pulang adalah langkah berani untuk menemukan kembali cinta dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Salam blogger persahabatan

Omjay

Guru Blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Input sumber gambar dokpri
Input sumber gambar dokpri

https://www.youtube.com/watch?v=N5FQvYVzJLY

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun