Sejak penetapan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap izin salah satu megaproyek milik korporasi besar, ada TV yang tak memberitakan. Harap maklum, TV ini sudah tersandera. Tersandera apa? Tersandera karena menghindari conflict of interest. Yaiyalah, pemilik TV berita tak lain juga pemilik megaproyek yang kontroversial itu.Â
"Mau hidup loe kelar gara-gara memberitakan kasus suap di Pemkab Bekasi itu?" kata si Jurnalis A pada temannya: Jurnalis B.
"Enggak sih," jawab Jurnalis  B dengan nyali ciut.Â
Walhasil, Jurnalis A dan B yang hidup mereka nggak mau kelar, terpaksa menggoreng habis-habisan isu lain, selain isu korupsi Pemkab Bekasi itu. Isu apa? Anda lihat dan perhatikan TV berita yang menggoreng kasus kebohongan Ratna Sarumpaet, entah itu di acara talk show, investigasi, atau paket berita.
Sekritis-kritisnya Jurnalis, jika sudah tersandera dengan kebijakan owner, kekritisannya pasti akan terbungkam. Mulut kritisnya akan mingkem seribu bahasa. Kecuali si Jurnalis siap untuk tidak naik jabatan atau diminta untuk mengundurkan diri, karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan perusahaan. Faktanya, Jurnalis lebih suka cari aman.Â
Boro-boro membuat paket investigasi berdurasi 30 menit atau dibuatkan tema khusus di acara talk show, paket liputan 2-3 menit saja tak pernah ada. Padahal, suap proyek besar konglomerat itu, jelas memenuhi news value atau punya nilai berita tinggi. Para penonton ingin mendapatkan informasi-informasi mengenai seputar proyek tersebut. Â
Namun, dalam kasus ini, integritas seorang Jurnalis sudah tak ada lagi. Mereka tunduk pada kebijakan owner. Sebab, Jurnalis tetaplah seorang karyawan. Pemilik lah yang menggaji si Jurnalis. Selama jadi karyawan, lupakan teori-teori jurnalistik. Lupakan pula Kode Etik Jurnalistik. Turuti saja kebijakan owner.  Dan Anda akan aman sejahtera.
Bersyukurlah, stasiun TV yang tersandera, terselamatkan dengan isu-isu lain. Coba Anda perhatikan di layar kaca, saat ini mereka mengangkat kasus kebohongan Ratna Sarumpaet sampai berminggu-minggu. Padahal, isu besar yang saat ini bukanlah kebohongan Ratna lagi.Â
Isu besar yang punya news value adalah temuan Indonesia Leaks yang melibatkan pejabat Kepolisian dan yang terbaru berita suap yang melibatkan pejabat di Pemkab Bekasi. Para Pemred pasti tahu lah dua isu itu punya news value besar.
Nah, supaya ingin tetap dicitrakan sebagai TV berita, kasus Ratna lah yang terus digoreng habis-habisan sampai gosong. Selebihnya, TV yang telah tersandera kepentingan ini menanyangkan berita seputar gempa, peluru nyasar, kampanye Capres-Cawapres pilihan TV junjungan, atau berita-berita "recehan" lain. TV berita seperti ini coba ajak penonton melupakan dua isu besar yang penulis sudah sebutkan di atas.
Tentu, korporasi besar pemilik stasiun TV tak ingin tercoreng citranya oleh TV miliknya sendiri. Makanya Pemred sudah jauh-jauh hari diingatkan untuk jaga citra sang owner. Mau owner punya masalah, siarkan citra positif si owner melalui TV. Latar belakang dan pengalaman para Pemred sebagai jurnalis senior, tumpul. Kepekaan dan kekritisan sebagai jurnalis yang dahulu pernah mereka miliki, telah tersandera dengan kepentingan owner. Â Â