Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Editorial MI Gate: Metro TV Pasca Penghargaan dari Kemenag

4 Desember 2017   21:14 Diperbarui: 22 Juni 2018   19:12 3530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berdasarkan pernyataan narasi siaran Metro TV yang menyebut peserta Aksi Reuni 212 adalah kaum intoleransi yang merayakan kemenangan dari praktek intoleransi membuat peserta aksi dan masyarakat lainnya tersinggung dan marah. Salah satu peserta aksi yakni Ketua Umum DPP Pengusaha Indonesia Muda Sam Aliano merasa tersinggung dan terhina dengan siaran Metro TV tersebut. Untuk itu, Sam Aliano dan masyarakat peserta aksi lainnya melaporkan siaran Metro TV..."

Info tersebut penulis dapatkan melalui WA sore ini. Akibat sebuah narasi di paket Editorial Media Indonesia, Metro TV diadukan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Narasi dalam paket berjudul Meneladani Toleransi Sang Nabi ini ditayangkan pada Jumat, 1 Desember 2017, satu hari sebelum Reuni Alumni 212 berlangsung di Monas.  

Berikut cuplikan narasi yang membuat Metro TV dilaporkan dan kini menjadi Editorial MI Gate:

"Celakanya intoleransi itu dipraktekkan untuk kekuasaan politik dengan mengatasnamakan agama. Lebih celaka lagi, mereka berencana berkumpul merayakan intoleransi itu dengan gegap gempita, huh..."

Bukan kali ini saja Metro TV tersangkut masalah. Pada awal September 2012, Metro TV sempat diprotes, lantaran dianggap melebelkan kelompok Rohis sebagai sarang teroris melalui infografis. Kala itu, pihak Metro TV sempat menyampaikan surat resmi dan tayangan ke KPI dan Dewan Pers. Dalam surat tersebut, Metro TV membantah telah menyebut Rohis sebagai sarang teroris. Ketiga narasumber yang hadir pun juga tak pernah menyebutkan, Rohis sebagai sarang teroris dalam dialog.  Namun, nasi sudah menjadi bubur, sejumlah unjuk rasa sempat berlangsung, memprotes keras atas dialog dan infografis di Metro TV.

slide3-jpg-5b2ce93a5e137340ad787e54.jpg
slide3-jpg-5b2ce93a5e137340ad787e54.jpg
Empat tahun kemudian, tepatnya pada 03 Januari 2016, Metro TV kembali tersangkut masalah. Kali ini yang membuat heboh adalah program News Story Insight (NSI). Di program ini, ormas Wahdah Islamiyah pimpinan Muhammad Zaitun Rasmin dituduh sebagai ormas teroris. Wahdah Islamiyah, duduk di posisi ke-5, di bawah ormas Kompak pimpinan Aris Muhanandar/ Abdullah Sonata; Tauhid wal Jihad (Oman Abdurrahman); Mujahidin Jakarta & Bataliyon Abu Bakar (Abu Omar); dan Laskar Jundulah (Abdul Hamid). Mengetahui hal tersebut, Ustadz Zaitun -- yang dikenal sebagai Wakil Ketua GNPF Ulama--, langsung protes. Masalah diakhiri dengan cara, Metro TV memberi hak jawab pada Ustadz Zaitun. Beliau diundang di program berita dan berdialog dengan news presenter secara live.

Boleh jadi, apa yang dialami Metro TV hari-hari, cukup ironis. Betapa tidak, ketika stasiun televisi yang bermarkas di Kedoya, Jakbar ini baru saja mendapat penghargaan dari Kementerian Agama RI dalam kategori penanyangan pendidikan Islam di layar kaca, paket Editorial MI yang narasinya cenderung tendensius, justru tayang. Makin ironis, ketika Metro TV mulai mencoba kembali "mendekatkan diri" pada penonton muslim yang sebelumnya anti --melalui tayangan Syiar Kemuliaan dan Khazanah Islam--, Editorial MI Gate pun muncul.

Metro TV meraih penghargaan dari Kemenag
Metro TV meraih penghargaan dari Kemenag
Bagi Anda yang belum tahu, di usia ke-17 tahun, Metro TV baru memiliki program agama Islam stripping berjudul Syiar Kemuliaan. Program baru ini on air pada 17 Juli 2017 dan ditayangkan tiap hari pukul 04:05 WIB. Yang menjadi tiga narasumber adalah Komaruddin HIdayat, Nazaruddin Umar, dan Jimly Asshiddiqie. Lalu, Metro TV juga membuat program weekly ala Damai Indonesiaku (tvOne), yakni Khazanah Islam, yang baru on air pada 27 Agustus 2017dan tayang tiap pukul 15:05. Tentu, dua program baru garapan tim produksi Metro TV ini menjadi angin segar di tengah-tengah sikap skeptis sejumlah penonton muslim ke Metro TV. Terlebih lagi, pada Minggu, 3 Desember 2017 lalu, di Khazanah Islam, penonton sempat "dikagetkan" dengan kemunculan pengisi kajian acara tersebut, yakni Ustadz Firanda Andirja. Meski "mengagetkan" bagi sebagian penonton (khususnya jamaah salafy), kehadiran Ustadz Firanda malah justru memperkaya daftar Ustadz yang muncul di Metro TV. Luar biasa bukan? 

Namun sayang, kemunculan Ustadz Firanda di Khazanah Islam akhirnya harus terkalahkan dengan sejumlah protes dari para netizen terhadap penayangan Editorial Media Indonesia. Jagat medsos pun gaduh lagi. Mayoritas netizen menyayangkan penayangan Editorial MI.   

"Ini bukan hanya salah kaprah tetapi tuduhan yang serius," begitu komentar Fahira Idris, senator yang baru saja terpilih menjadi Ketua Komita III DPD RI. "Aksi 212 tahun lalu itu ikut dihadiri presiden dan wapres serta hampir semua petinggi republik ini. Apa mungkin mereka mau hadir jika Aksi 212 adalah aksi intoleran".

Sebetulnya Metro TV sudah belajar banyak dari kejadian sebelumnya. Kejadian-kejadian yang sudah dialami Metro TV sebelum Editorial MI Gate, seharusnya bisa menjadi bahan pertimbangan dewan redaksi untuk lebih berhati-hati. Penulis yakin, di usia ke-17, Metro TV mampu untuk menjaga amanah itu, apalagi baru mendapat predikat televisi yang menyebarkan pendidikan agama Islam di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun