Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jurnalisme ABS (part 2)

12 September 2017   08:59 Diperbarui: 12 September 2017   09:24 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tulisan saya sebelumnya, Anda sudah mengerti apa itu jurnalisme ABS. Yakni sebuah prilaku jurnalis, dimana idealismenya terpaksa dikubur, demi si "Bapak". Yang penting, "Asal Bapak Senang". Jalan politik dan bisnis si "Bapak" pun mulus.  

Nah, dalam tulisan saya di bagian kedua ini, saya ingin memberikan kisah lagi, prilaku jurnalisme ABS di stasiun televisi. Kisah ini bukan imajinasi atau hoax, tetapi berdasar pengalaman saya. Namun, nama-nama yang ada di kisah di bawah ini -termasuk nama stasiun televisi- adalah fiktif. 

Baik, saya mulai...  

Tahukah Anda? Agar penonton televisi percaya, pemilik televisi mencari lembaga survey yang pro terhadap Walikota A. Hasil data lembaga survey ini selalu dibuatkan grafis dan terus dimunculkan, agar penonton tahu, bahwa Walikota A, layak untuk pilih jadi Gubernur. Padahal, belum tentu responden lembaga survey ini fair. Anda yakin responden yang disurvey objektif? Bagaimana jika yang disurvey adalah anggota parpol si pemilik televisi, sehingga elektablitas Walikota A tinggi?

Oleh karena lembaga survey "berhasil" memenangkan Walikota A sebagai Cagub, maka perwakilan dari lembaga survey ini selalu diundang ke stasiun televisi itu. Wakil lembaga survey ini menjadi narasumber tetap. Setiap ada talk show atau reporter butuh SoT, narasumber ini yang muncul. Meski wajahnya jelek, kepalanya botak, yang penting buat stasiun televisi, wakil lembaga survey ini bisa menjadi corong pencitraan cagub. Meski keakuratan survey dipertanyakan, atau wakil lembaga survey ini di-bully di sosial media, ia tetap harus bermuka tebal untuk tetap konsisten menjadi jurkam.

Nah, sekarang Anda sudah paham kan sekarang, kenapa ada wakil lembaga survey yang selalu langganan muncul di televisi itu-itu saja? Baik, sakarang kita menginjak ke kisah salanjutnya...

Teman, ada siasat agar sebuah televisi terlihat fair di mata penonton. Bagaimana caranya? Mudah, Produser diminta undang dua narasumber dari kubu yang berseberangan. Misal, balik lagi ke contoh Walikota A. Di acara talk show, Walikota A diundang. Sementara pesaingnya, yakni Walikota B juga diundang. Ini dilakukan agar terlihat cover both side. Fair? Eit! tunggu dulu.

Meski dua kubu diundang, tetapi ada pola ketidakberimbangan yang sengaja dilakukan Produser. Sebetulnya tidak 100% kesalahan Produser. Sebab, dalam kasus yang tricky ini, Produser cuma berdasar perintah Executive Producer (EP). EP berdasar perintah Manager. Manager atas perintah Pemred. Pemred atas perintah si "Bapak". Jelas kan urutan perintahnya? Kadang bisa juga perintahnya "melongkap". Pemred langsung ke Produser, tanpa melewati Manager dan EP. Atau bahkan jika si "Bapak" kenal dengan Produser, bisa langsung.

Lalu apa yang dijalankan Produser?

Produser sengaja mengundang penonton ke studio dari kubu Walikota A jauh lebih banyak, dibanding Walikota B. Misal, kapasitas tempat duduk studio 300 orang, maka Produser akan mengundang 200 orang penonton dari kubu Walikota A, sementara jatah penonton untuk Walikota B cuma 100 orang. Fair kah? Silahkan Anda jawab sendiri.

Jumlah penonton yang seimbang, tentu saja mempengaruhi psikologis dari Walikota B dan pendukungnya. Pasti Anda sudah pernah menyaksikan di televisi, saat Debat Presiden atau Debat Gubernur, ada ketidakseimbangan dari segi jumlah penonton di studio. Apalagi Anda yang sempat menjadi penonton di studio, --dimana syuting dilakukan di stasiun televisi, yang pro terhadap Walikota A-- pasti merasakan ketidakberimbangan saat memberikan dukungan (bertepuk tangan atau mengucapkan yel-yel).

Itu tadi baru dari segi jumlah penonton. Mari sekarang kita bicara saat syuting, saat diwawancarai oleh presenter. Ketika Walikota A dan Walikota B ditampilkan di layar kaca, tentu penonton melihat talk show tersebut fair. Namun, ada siasat agar Walikota B "dibuat kalah" di layar kaca. Presenter acara sengaja memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak begitu sulit pada Walikota A. Atau pertanyaan, yang jawabannya bisa menunjukkan prestasi-prestasi yang pernah dilakukan si Walikota A. Sementara, Walikota B diberikan pertanyaan sulit, menjebak, dan bahkan bisa menyudutkan.

Porsi jumlah pertanyaan dan durasi menjawab pertanyaan, juga memperlihatkan dengan jelas, ketidakberimbangan. Begini contohnya, Walikota A diberikan 3 pertanyaan, sementara Walikota B cuma diberikan 2 pertanyaan. Lalu, dalam menjawab 1 pertanyaan, Walikota A bisa leluasa sampai 15 menit, sebaliknya Walikota B hanya diberikan waktu paling lama 7 menit. Ketika menit ke-7, Floor Director (FD) sudah memberikan aba-aba pada Walikota B untuk stop menjawab pertanyaan. Jika Walikota B tak turut kode FD, terpaksa Presenter yang akan memberhentikan, dengan mengucap: "Baik..." atau "Mohon maaf pak, kita harus jeda iklan dulu...".

Siasat-siasat di atas, dilakukan, demi untuk memuluskan Walikota A menjadi Gubernur. Hal ini, tentu sesuai misi si Bapak, pemilik stasiun televisi dan Ketua parpol. Sekali lagi, yang penting, "Asal Bapak Senang". Untuk sementara, selama masih cari makan di stasiun televisi tersebut, lupakan kegundahan di dalam hati, kubur sedalam-dalamnya hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani, dan jalankan jurnalisme ABS.       

(masih akan berlanjut)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun