Beruntunglah BeritaSatu dan KompasTV masih punya kekuatan dana besar dari holding company mereka. BeritaSatu masih disokong oleh Lippo Group, sementara dana KompasTV sebagian besar dari Kompas-Gramedia. Oleh karena masih ada bantuan besar, “nafas” BeritaSatu dan Kompas TV tidak kembang kempis sebagaimana Bloomberg TV. Jadi, siapa menyusul Bloomberg TV?
Belakangan, kehadiran CNN Indonesia cukup menarik. Namun, kehadiran televisi milik Chairul Tanjung ini sebetulnya mengulang kehadiran BeritaSatu, kala BeritaSatu pertama kali hendak bersiaran pada 2011. Berlomba-lomba SDM Metro TV dan tvOne resign dan hijrah ke BeritaSatu. Mereka tergiur dengan posisi dan tentu saja gaji yang besar. Ketika CNN Indonesia buka lowongan dan merekrut SDM, peristiwa yang sama terjadi. Senior-senior broadcaster berlomba-lomba menuju ke Tendean, Jakarta Selatan.
Namun, sebagaimana BeritaSatu, Anda tak bisa leluasa melihat CNN Indonesia, jika tidak berlangganan televisi berlangganan (pay tv). Anda harus berlangganan TransVision terlebih dahulu baru bisa melihat wajah newsanchor tampan seperti Alfito Deanova, Indra Maulana, Prabu Revolusi, atau newsanchor cantik seperti Eva Julianti atau Elvira Khairunnisa.
Apakah kehadiran CNN Indonesia bisa "memecah" penonton televisi berita? Pasti. Sebelum ada CNN Indonesia pun penonton sudah "terpecah-pecah", terlebih lagi ada pesaing baru iNews. Tetapi apakah kehadiran CNN Indonesia akan menggoyangkan dua stasiun televisi teresterial sebelumnya? Anda tahu jawabannya. Yang pasti, “nasib” CNN Indonesia masih jauh lebih aman dibanding Bloomberg TV. Ada Trans Corp, sang penyokong dana, yang sudah lebih dulu mengibarkan Trans TV dan Trans 7 di jagat pertelevisian nasional.
Salam Aman!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H