Hal ini diakui oleh VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman.
"Pandemi Covid-19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak," tuturnya, sebagaimana dikutip dari wartaekonomi, Senin (24/8/2020).
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna mencegah penyebaran virus corona menjadi sebab turunnya permintaan BBM di masyarakat.
Per Juni 2020, permintaan BBM hanya sekitar 117.000 kilo liter (KL) per hari, atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135.000 KL per hari.
Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar terjadi penurunan permintaan mencapai 50-60 persen.
Kondisi ini tidak hanya dialami oleh Pertamina saja. Banyak perusahaan migas juga mengalami kerugian akibat pandemi Covid-19. Bahkan kerugian Pertamina itu masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan migas dunia yang lain.
Exxon Mobil, misalnya, dalam laporan yang diterbitkan tanggal 31 Juli 2020 lalu menyampaikan kerugian USD 1,1 miliar selama semester I 2020. Sebabnya, karena pasokan minyak dunia menurun karena pandemi COVID-19.
Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan minyak asal Inggis yaitu BP. Berdasarkan laporan keuangan yang perusahaan minyak asal Inggris ini, sepanjang semester 1 2020 harus mengalami kerugian sebesar USD 6,7 miliar.
Chevron, perusahaan migas yang berbasis di Amerika Serikat dalam laporan keuangannya di semester 1 2020 mengalami kerugian sebesar USD 8,3 miliar, dengan saham yang terdilusi sebesar USD 4,44 per lembarnya.
Penyebab meruginya BP dan Chevron sama dengan Pertamina, yakni lemahnya harga minyak dan gas dunia.
Dengan melihat fakta tersebut, kita harusnya memahami bahwa hampir tidak ada perusahaan yang tidak merugi karena pandemi covid-19 ini. Dinamika usaha karena pandemi Covid-19 ini yang harus kita pahami bersama.