Mohon tunggu...
Bagus Suci
Bagus Suci Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat Pengetahuan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka belajar dan berbagi manfaat

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Duduk Perkara Memahami Kerugian Pertamina, Apakah Wajar?

26 Agustus 2020   16:07 Diperbarui: 26 Agustus 2020   16:08 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, Pertamina mengumumkan kerugian bersih pada semester I tahun 2020. Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai 767,92 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 11,13 triliun.

Lantas, apakah kerugian yang dialami oleh perusahaan migas tersebut wajar? Bagaimana duduk perkara sebenarnya?

Kita memang tidak menyukai kabar buruk. Pun begitu dengan kerugian usaha. Seolah-olah itu tidak boleh terjadi dalam kehidupan ini.

Begitu pula dengan respon masyarakat ketika mendengar kabar Pertamina merugi. Sebagian ada yang kesal, dan lainnya justru mencerca perusahaan tersebut.

Namun terlepas dari angka kerugian yang terkesan "fantastis" itu, kita harusnya berani meninjau lebih dalam persoalan tersebut agar bisa memahami kondisi sebenarnya.

Karena disadari atau tidak, tidak ada kerugian yang serta merta menghampiri Pertamina. Yang pasti, tidak ada perusahaan yang ujug-ujug merugi, alias semua itu pasti ada prakondisinya.

Apalagi, mengingat perusahaan negara itu pernah mencatatkan laba bersih mencapai 35,8 triliun pada tahun 2019. Inilah yang harus dipahami bersama.

Pandemi Covid-19 diduga kuat menjadi sebab Pertamina merugi. Meski bukan sebab tunggal, tapi pandemi membawa dampak yang kompleks dan luas bagi seluruh sektor bisnis global.

Sepanjang paruh pertama tahun ini, Pertamina menghadapi tiga tantangan utama. Ketiganya secara simultan mendorong kerugian pada Pertamina.

Diantaranya, penurunan harga minyak mentah dunia, kemudian penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dollar AS yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun