Wacana penawaran saham perdana (IPO) anak usaha/subholding PT Pertamina (Persero) kembali menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Namun sayangnya, masih banyak kebingungan yang muncul atau penafsiran yang serampangan dari wacana tersebut.
Salah satu yang paling mudah ditemui adalah adanya opini bahwa Pertamina akan dijual ke asing-aseng. Sebagian lain, menuding rencana IPO subholding Pertamina itu bagian dari privatisasi aset negara.
Tapi, apakah benar seperti itu?
Perlu diketahui, IPO merupakan akronim dari "Initial Public Offering", atau dalam Bahasa Indonesia disebut "Penawaran Saham Perdana". Hal ini adalah salah satu instrumen pasar untuk menawarkan saham suatu perusahaan saat pertama kali dilepas kepada masyarakat/publik.
Dalam bahasa sehari-hari, perusahaan yang telah melakukan IPO kerap disebut "Go Public". Karena memang, masyarakat luas atau publik bisa membeli sebagian sahamnya.
Sebagian perusahaan BUMN kita telah Go public, sebut saja PT Adhi karya, PT Waskita Karya, PT Krakatau Steel, PT Kimia Farma, PT Semen Indonesia, PT Aneka Tambang, atau bahkan PT Telkom yang telah melantai di dua pasar saham dalam maupun luar negeri.
Tapi apakah dalam konteks Pertamina, penawaran saham perdana itu kongruen dengan menjual aset negara ke asing-aseng, atau privatisasi BUMN? Tentu, jawabannya TIDAK!
Karena penawaran saham perdana yang direncanakan oleh Pertamina itu hanya dilakukan terhadap salah satu "anak perusahaannya" atau "subholding" di bidang hulu. Bukan penawaran saham pada Pertamina sebagai holding (induk).
Sehingga dengan demikian, kepemilikan negara terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut tetap penuh 100%, dan tidak diganggu oleh saham swasta.
Oleh karena itu, rasanya tidak tepat jika mengabarkan Pertamina akan diprivatisasi melalui rencana IPO.