Medio Maret hingga Mei tahun ini, mungkin menjadi masa-masa yang tak terlupakan bagi warga DKI Jakarta. Pasalnya, mereka menemui kondisi yang tak seperti biasanya di wilayah Ibukota.
Di tengah pandemi Covid-19, kita justru temui wajah Jakarta yang lengang dari aktivitas, polusi udara turun, dan langit yang relatif lebih cerah.
Momen ini sempat diabadikan oleh banyak warganet dan diunggah di media sosial. Mereka beramai-ramai memasang foto langit Jakarta yang biru dan udara yang bersih.
Tak bisa dipungkiri, kualitas udara di Jakarta memang membaik saat penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) beberapa waktu lalu. Berdasarkan data dari AirVisual pada Selasa (7/4/2020), pukul 14.00 WIB, Air Quality Index (AQI) Jakarta berada di angka 37 alias kategori udara bagus.
Hasil pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga menunjukan hal yang sama. Konsentrasi partikel debu (polusi) lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun lalu. Data ini diambil dengan membandingkan data Maret 2019.
"Kami punya pengamatan di beberapa lokasi di Jakarta tentang partikel/debu (SPM=Suspended Particulate Matter), konsentrasinya lebih rendah di banding bulan yang sama Maret 2019," kata Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Dodo Gunawan, sebagaimana dikutip dari detik.com, Selasa (7/4).
Secara korelatif, bersihnya udara Jakarta itu ada kaitannya dengan kebijakan pemerintah dalam mencegah penyebaran virus corona. Kebijakan PSBB ini memaksa warga untuk tetap tinggal di rumah dan menghindari berkumpul dengan banyak orang.
Sekolah, fasilitas umum, dan tempat hiburan ditutup, beberapa perusahaan menerapkan #BekerjaDariRumah, dan transportasi umum pun dibatasi jumlah dan waktu operasionalnya.
Diakui atau tidak, hal itu sedikit-banyak telah berdampak positif bagi sisi lingkungan. Tapi yang paling terasa, terutama dari pembatasan kendaraan bermotor di jalanan. Berkurangnya lalu lalang kendaraan tentunya berdampak besar pada turunnya polusi udara di Jakarta
Sebab, menurut data Dinas Lingkungan Hidup DKI, penyumbang polusi udara di Jakarta selama ini terdiri dari sepeda motor 44,53 persen, disusul oleh Bus 21,34 persen, dan mobil pribadi 16,11 persen. Porsi kendaraan bermotor tetap terbesar dibandingkan sumber polusi lainnya.
Namun, selain jumlah kendaraan bermotor yang mencapai puluhan juta setiap tahunnya. Akar permasalahan polusi udara di Jakarta juga bersumber dari jenis BBM yang digunakan.
Sederhananya, bahan bakar dengan oktan rendah (atau kualitas yang buruk) akan menyebabkan pencemaran udara yang lebih masif. Hal itu karena semakin rendah nilai oktan BBM, maka semakin banyak gas buang (emisi) yang dihasilkan.
Bahan bakar Premium dengan RON 88 tentunya akan mengeluarkan polusi dalam jumlah besar dibandingkan bahan bakar dengan RON diatasnya seperti Pertamax yang mempunyai RON 92, dan tentunya Pertamax Turbo dengan RON 98 akan lebih sedikit mengeluarkan polusi.
Prinsipnya, semakin tinggi nilai oktan akan menghasilkan residu pembakaran yang lebih sedikit. Hal ini tentu akan mengurangi polusi udara yang dihasilkan dari mesin kendaraan tersebut.Â
Masalahnya, sebagian besar masyarakat kita masih belum sadar terkait ini. Satu-satunya pertimbangan saat mengkonsumsi BBM adalah soal harga.
Sehingga penggunaan BBM yang berkualitas rendah jauh lebih banyak dibandingkan dengan BBM yang beroktan tinggi.
Pembuktian terbalik atas relasi jumlah kendaraan, penggunaan BBM, dan tingkat polusi seperti diterangkan di atas, nyata terlihat ketika PSBB diterapkan di Jakarta lalu.
Pembatasan mobilisasi kendaraan bermotor saat PSBB otomatis membuat penggunaan BBM berkualitas rendah juga ikut turun drastis. Hal itu ternyata berkorelasi positif pada menurunnya polusi, dan membaiknya kualitas udara di Jakarta.
Dari rumusan itu maka bisa ditangkap logika, bahwasanya jika ingin polusi udara terus rendah, udara lebih bersih dan langit terlihat cerah di Jakarta, maka salah satu caranya adalah dengan menekan penggunaan BBM yang berkualitas rendah.
Mungkin kebijakan yang mengarah pada rumusan itulah yang perlu dipikirkan oleh pemerintah jika kehidupan new normal diberlakukan lagi. Semua ini demi kehidupan masyarakat yang lebih sehat, dan bebas dari polusi udara yang menyesakkan dada.
Setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H