Sederhananya, bahan bakar dengan oktan rendah (atau kualitas yang buruk) akan menyebabkan pencemaran udara yang lebih masif. Hal itu karena semakin rendah nilai oktan BBM, maka semakin banyak gas buang (emisi) yang dihasilkan.
Bahan bakar Premium dengan RON 88 tentunya akan mengeluarkan polusi dalam jumlah besar dibandingkan bahan bakar dengan RON diatasnya seperti Pertamax yang mempunyai RON 92, dan tentunya Pertamax Turbo dengan RON 98 akan lebih sedikit mengeluarkan polusi.
Prinsipnya, semakin tinggi nilai oktan akan menghasilkan residu pembakaran yang lebih sedikit. Hal ini tentu akan mengurangi polusi udara yang dihasilkan dari mesin kendaraan tersebut.Â
Masalahnya, sebagian besar masyarakat kita masih belum sadar terkait ini. Satu-satunya pertimbangan saat mengkonsumsi BBM adalah soal harga.
Sehingga penggunaan BBM yang berkualitas rendah jauh lebih banyak dibandingkan dengan BBM yang beroktan tinggi.
Pembuktian terbalik atas relasi jumlah kendaraan, penggunaan BBM, dan tingkat polusi seperti diterangkan di atas, nyata terlihat ketika PSBB diterapkan di Jakarta lalu.
Pembatasan mobilisasi kendaraan bermotor saat PSBB otomatis membuat penggunaan BBM berkualitas rendah juga ikut turun drastis. Hal itu ternyata berkorelasi positif pada menurunnya polusi, dan membaiknya kualitas udara di Jakarta.
Dari rumusan itu maka bisa ditangkap logika, bahwasanya jika ingin polusi udara terus rendah, udara lebih bersih dan langit terlihat cerah di Jakarta, maka salah satu caranya adalah dengan menekan penggunaan BBM yang berkualitas rendah.
Mungkin kebijakan yang mengarah pada rumusan itulah yang perlu dipikirkan oleh pemerintah jika kehidupan new normal diberlakukan lagi. Semua ini demi kehidupan masyarakat yang lebih sehat, dan bebas dari polusi udara yang menyesakkan dada.
Setuju?