Baru-baru ini, perusahaan negara yang kerap disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Pasalnya, badan usaha tersebut mendapatkan sokongan dana yang besar dari pemerintah.
Sebagaimana diberitakan Katadata, pemerintahan Presiden Joko Widodo menggelontorkan dana sebesar Rp 152 Triliun untuk 12 perusahaan. Suntikan dana tersebut masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang terdiri dari tiga jenis skenario, yakni penyertaan modal negara, pencairan piutang, dan dana talangan.
Menariknya, dari berbagai perusahaan BUMN yang mendapat sokongan dana itu, Pertamina yang paling banyak disorot warganet. Tak lain karena adanya bantuan sekitar Rp 40-an triliun di tengah pandemi Covid-19.
Menurut mereka yang nyinyir, Pertamina tidak pantas menerima suntkan dana tersebut. Apalagi badan usaha perminyakan itu tidak mau menurunkan harga BBM di tengah anjloknya harga minyak dunia.
"Enak aja! Udah untung banyak, masih dapat uang gede dari negara," begitulah kira-kira gerutu mereka yang nyinyir.
Tapi benarkah dana jumbo ke Pertamina itu berupa bantuan pemerintah? Dan, apakah Pertamina untung besar dari kebijakan stabilisasi harga BBM saat ini?
Dua pertanyaan ini harus dijelaskan dengan seksama agar masyarakat bisa paham duduk perkara sebenarnya.
Piutang Usaha, Bukan Bantuan
Pertamina memang akan menerima suntikan dana sebesar Rp 48,25 triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2020.
Namun, sokongan dana tersebut sebenarnya merupakan utang pemerintah kepada Pertamina sejak 2017. Jadi pemberian dana kompensasi ini memang hak-nya badan usaha tersebut. Bukan sebuah bantuan, atau dana talangan.