Di tengah pandemi yang sedikit melandai, saya ingin menuangkan keluh kesah melalui tulisan yang tidak berbobot ini,Â
kali ini kisah yang mau saya tuangkan adalah tentang perceraian vs pernikahan.Â
menarik sekaligus menggelitik bersamaan turut mencekik, satu hal yang mulia sekaligus dibenci oleh tuhan YME, menjadi hal yang terbiasa di dengar akhir-akhir ini.Â
mungkinkah perceraian dan pernikahan terjadi karena semata-mata motif ekonomi atau nafsu belaka atau karena memang tulus menjalankan kehidupan berkeluarga berlandaskan agama masing-masing.Â
berikut saya paparkan 6 kota penyumbang  perceraian di tertinggi di indonesia, saya menyadurnya dari websiteÂ
- kota pertama Indramayu  8026 kasus di tahun 2021
- kota kedua Bandung 7888 kasus di tahun 2021
- kota ketiga  Surabaya 6966 kasus  di tahun 2021
- kota keempat Banyuwangi 5972 kasus di tahun 2021
- kota kelima Cilacap 5912 kasus di tahun 2021
- kota keenam Brebes 4555 kasus di tahun 2021
mayoritas penyebab perceraian karena faktor ekonomi.- himpitan keuangan atau di tinggal oleh pasangan.
data selanjutnya tentang pernikahanÂ
klop sudah data yang saya sadur dari dua sumber diatas, di tengah tingkat perceraian yang meningkat di tambah dengan tingkat pernikahan yang semakin menurun.Â
berkaitan dengan populasi apakah ini mengindikasikan penduduk indonesia semakin berkurang 20 hingga 30 tahun mendatang.
kembali lagi mengenai alasan utama perceraian adalah ekonomi, himpitan keuangan serta di tinggalkan pasangan.Â
kita coba gali dari berbagai sudut agama yang ada di Indonesia mengenai perceraian:Â
Agama islam  Â
Allah SWT juga berfirman, "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)," (QS. Ath-Thalaq: 1) Â
Agama kristen
Korintus 7:11
Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya.Â
Agama hindu
Dalam agama Hindu, perceraian adalah hal yang sangat tidak dianjurkan. Dalam Rg Weda, perceraian dianggap sebagai pelanggaran terhadap Yadnya yang telah dilakukan dalam pernikahan. Meski perceraian kadang terjadi setelah melalui pertimbangan yang lama dan matang dari kedua belah pihak
Agama BuddhaÂ
Perceraian tidak dilarang dalam agama Budha, meskipun semua agama menyayangkan adanya perceraian. Karena agama ini menganggap pernikahan dan perceraian adalah urusan manusia secara personal, maka jika pasangan tak sanggup lagi untuk hidup bersama, maka perceraian boleh dilangsungkan.
Agama Katolik
Injil Matius 19:6 TB :
Â
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
kesimpulan sementara ada yang membolehkan untuk perceraian karena merupakan urusan manusia ada juga yang melarang.Â
saya kembalikan lagi penyebabnya perceraian adalah masalah ekonomi, karena sehari-hari saya berkecimpung tentang ekonomi, saya mencoba untuk menelisik seberapa kecil atau sederhananya tingkat ekonomi yang dibutuhkan dalam berkeluarga.Â
langkah awal membagi tingkat kemampuan masyarakat ( perekonomian) sumber data
Penduduk Indonesia  dibagi ke dalam: ( dilihat dari besarnya pengeluaran)Â
- kelompok miskin = kurang dari Rp 354.000/bulan
- kelompok rentan = Rp 354-532 ribuÂ
- kelas menengah  = (Rp 532 ribu sampai Rp 1,2 juta)Â
- kelas atas = (lebih dari Rp 6 juta)Â
dari data diatas kita sebagai individu bisa mengelompokkan diri sendiri ( dalam kelompok mana) dalam berkeluarga.
sehingga kita dan pasangan mampu menyadari sedari awal-Â
satu lagi dari masalah ekonomi adalah scarcity ( kelangkaan) - kelangkaan ini bisa diartikan secara sederhana dimana keinginan lebih besar dari kemampuan atau kondisi ekonomi.Â
Bank Dunia menyebutkan Indonesia masyarakat menuju kelas menengah- sebesar 44.6% pada tahun 2016-Â
mungkinkah kelompok masyarakat ini yang menyebabkan kesenjangan sosial dimana - kelompok ini menyuguhkan kemewahan dan kesejahteraan sehingga mempengaruhi kelompok dibawahnya dan timbul pergesekaan sehingga mengarah kepada perceraian.
solusi sementara: untuk pasangan yang ingin menikah tidak dalam jangka pendek.
penerimaan ( menerima bahwa pasangan kita memiliki penghasilan C - maka hidup saya akan seperti C ) dalam waktu tertentu.
tidak hanya nafsu (cantik atau ganteng) - karena ini akan berpudar dengan jalannya waktu.
sakral ( pernikahan adalah sakral bukan hubungan seks - resmi dalam waktu pendek, tapi berkaitan dengan agama dan hubungan sosial keluarga)Â
jiwa yang berani ( berani mengambil resiko untuk gagal ekonomi, keributan rumah tangga, dan menjalani hidup sehari-hari ini juga butuh keberanian).
sekian tulisan dari pemikir sederhanaÂ
26 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H