Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ber-Muhammadiyah Itu Menggembirakan!

30 Mei 2023   10:13 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:32 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Habis Gelap Terbitlah Terang." Kalimat yang cukup familiar ini memiliki makna atau arti setelah kesulitan atau kesusahan pasti akan muncul kemudahan, kesenangan, dan kebahagiaan. Jadi apabila sedang mengalami masa-masa sulit, setelahnya akan muncul kemudahan atau kesenangan.

Mendengar kalimat tersebut ingatan kita akan tertuju kepada sosok tokoh emansipasi wanita bernama RA Kartini. Sebab, dari surat-surat RA Kartini kemudian lahir sebuah buku berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang.' Konon judul buku itu dilhami dari sebuah ayat dalam Al-Qur'an, 'Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur' yang berarti 'Dari Gelap kepada Cahaya' yang merupakan terjemahan surat Al-Baqarah ayat 257.

Pendapat tersebut bisa jadi benar meskipun tidak tertulis dalam buku-buku sejarah nasional Indonesia. Pendapat itu dikuatkan oleh M Rikza Chamami, Dosen UIN Walisongo Semarang yang juga penulis kajian-kajian Islam Ahlusunah wal Jamaah. "Itu data valid." Kata Rizka seperti dikutip duta.co menanggapi tulisan yang beredar luas di grup-grup WhatsApp April 2017 yang mengungkap sisi lain RA Kartini sebagai santri Kyai Soleh Darat yang tidak ditulis dalam sejarah nasional Indonesia.

Ayat 257 surat Al-Baqarah inilah yang digunakan oleh Ustaz Mintaraga Eman Surya, Lc., MA ketika mengawali Pengajian Pimpinan Cabang Muhammadiyah Wanayasa di Ranting Muhammadiyah Payaman (28/5). Pengajian bergilir yang dihadiri ribuan jamaah itu digelar di kompleks Musala Al Mujahidin Dukuh Payaman Lor Desa Wanayasa, Banjarnegara.

Lebih lanjut disampaikan oleh Ustaz Mintaraga bahwa memilih ber-Muhammadiyah tentu bukan karena keterpaksaan, maka jika memilih dengan sukarela sudah seyogyanya warga, kader, dan pimpinan Muhammadiyah dalam ber-Muhammadiyah harus dengan ikhlas dan gembira. Hal tersebut sesuai dengan tema pengajian yang disampaikan, "Jangan waktu luangmu untuk Muhammadiyah, tetapi luangkanlah waktumu untuk Muhammadiyah."

Bergembira dalam ber-Muhammadiyah itu dimulai dengan ungkapan dan penguatan rasa syukur kepada Allah SWT. Terkait dengan pilihan ber-Muhammadiyah bukan karena menganggap yang lain jelek, akan tetapi karena di Muhammadiyah ditemukan kesamaan-kesamaan misi. Karena ber-Muhammadiyah dengan pilihan bukan paksaan, maka ber-Muhammadiyah harus gembira. Gembira dan syukur akan melahirkan sinergi dan harmoni di tengah perbedaan. Sebab, perbedaan bukan untuk dibenturkan melainkan untuk melahirkan 'suara' yang lebih bagus.

Rupanya ungkapan itu dirasakan betul oleh Mbah Sarjuni salah satu kesepuhan di Dukuh Payaman. Dengan wajah ceria dia bertanya pada penulis, "Ngriki pun tampi giliran, lah gilirane malih kapan, Mas?." (Di sini (Payaman) sudah mendapat giliran, terus giliran pengajian di sini lagi kapan?). Mbah Sarjuni adalah satu dari sekian warga Payaman yang merasa bergembira melihat ribuan jamaah berduyun-duyun hadir di dukuhnya.

Ungkapan yang sama juga terpancar jelas dari wajah Eko Saputra. Ketua Ranting Muhammadiyah Payaman ini dengan berapi-api menceritakan secara detail kronologis jihad warga Muhammadiyah Payaman dalam membangun musala ketika memberikan sambutan selaku tuan rumah.

Payaman Lor adalah salah satu dari sekian dukuh di Desa Wanayasa, Banjarnegara. Jumlah pendukuknya sekitar 85 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut, warga Muhammadiyah hanya 25 kepala keluarga. Namun, semangat yang tinggi mampu mengalahkan segalanya. Warga Muhammadiyah Payaman berhasil membangun musala yang representaif. Meski pembangunan belum tuntas 100%, musala yang diberi nama Al-Mujahidin Muhmmadiyah itu sudah bisa dimanfaatkan warga untuk kegiatan salat berjamaah dan kajian-kajian keagamaan. (Pak Omank)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun