Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tes Kejujuran

7 Desember 2022   21:28 Diperbarui: 7 Desember 2022   21:52 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang menyebutkan bahwa ciri guru hebat itu harus memiliki 5K yaitu; karakter, kompetensi, kerjasama, komunikasi, dan kreativitas. Kelima K itu indah didengar, tetapi berat untuk mengaplikasikannya. Apalagi di zaman yang penuh ketidakpastian ini sungguh semakin berat tugas seorang guru.

Begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya, baik sebagai pengajar maupun pendidik. Mengapa demikian?

Pengaruh perkembangan teknologi informasi yang tidak bisa dibendung, mudah diakses, dan sangat menarik untuk dijelajahi, memiliki sisi positif dan negatif terhadap perkembangan peserta didik. Karena itu, sebagai guru harus siap meminimalisir pengaruh negatif dengan membentengi dan membuat filter yang sangat kuat bahkan berlapis agar tidak mudah mencemari peserta didik.

Sisi positifnya, perkembangan dunia informasi berbasis internet sungguh sangat mendukung terlaksananya pembelajaran yang semakin baik. Dengan media dan sumber belajar yang lengkap dan mudah diakses, menyenangkan, membuat penasaran dan mampu menumbuhkan kreativitas baik guru maupun siswa.

Di samping itu juga diharapkan mampu mengejar Learning loss sebagai akibat pandemi, hal ini sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara agar mendidik anak sesuai kodrat zamannya.

Lantas, bagaimana dengan sisi negatif dari pengaruh perkembangan teknologi informasi berbasis internet? Internet sangat cepat membawa pengaruh buruk khususnya terhadap kepribadian peserta didik.

Pertama Anak-anak asyik bermain game. Jam belajar menjadi berkurang, mereka menjadi malas untuk belajar. Seperti membaca buku, menghapal perkalian. Imbasnya, tidak jarang peserta didik tidak mampu memahami bacaan (literasi membaca, maupun literasi numerik).

Kedua, anak-anak merasa bebas untuk berbuat, dengan meniru apa yang dilihat sehingga bisa menjadi pelaku bullying (perundungan) ataupun korban bullying, seperti ujaran kebencian, kekerasan dan sampai kepada konten pornografi.

Ini menjadi tugas berat seorang guru karena guru tidak mungkin mengawasi peserta didik selama 24 jam. Guru hanya bisa membekali mereka dengan literasi digital yang berisi memberikan pengetahuan dan kecakapan dalam menggunakan, menemukan, memanfaatkan, membuat, dan mengevaluasi informasi dari internet.

Butuh dukungan dan kerjasama dengan orang tua tentang batasan-batasan penggunaan HP, apalagi untuk anak jenjang SD. Perlu ditanamkan budaya malu dalam melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Memberikan efek jera dengan melarang membawa HP ke sekolah, kecuali ada tugas tertentu. Menjalin hubungan baik dengan peserta didik, dan masih banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan oleh guru demi meminimalisir dampak negatif dari kemajuan teknologi berbasis internet.

Berkaitan dengan larangan membawa HP ke sekolah saya ada pengalaman menarik. Suatu hari saya melakukan operasi bagi anak-anak yang membawa HP ke sekolah. Untuk memancing agar anak-anak yang membawa HP mau mengaku tanpa digeledah saya menggunakan media air.

Caranya air bening dengan wadah transparan saya bawa masuk ke kelas. Setelah berdoa saya langsung bertanya kepada anak-anak, "Coba perhatikan, apa yang Pak Guru bawa?"

Serempak anak-anak menjawab, "Air bening, Pak!"

"Bagus! Hari ini, Pak Guru ingin agar anak-anak bisa meniru sifat seperti air dalam wadah ini. Bening, jujur, transparan" saya mulai aksinya.

Anak-anak terlihat mulai gelisah. Mereka saling pandang satu dengan lainnya. Mereka masih bingung dengan apa yang akan saya lakukan.

"Baik, anak-anak tidak perlu gelisah. Pak guru akan mengajukan 3 pertanyaan. Tolong dijawab dengan jujur, sebab jika tidak jujur air ini bisa mengubah sesuatu." kata saya dengan sedikit menakuti.

Setelah dua pertanyaan pengantar saya sampaikan, tibalah pertanyaan ketiga. Ini petanyaan inti, "Siapa yang membawa HP sekarang di ruang kelas ini?" Ternyata dari 31 anak ada 10 anak yang tunjuk jari.

Saya tegaskan sekali lagi, "Siapa yang membawa HP di ruang kelas ini, letakkan di meja Pak Guru!"

"Bagi yang tidak mau jujur, nanti teman-teman yang sudah bersikap jujur akan menggeledah kalian semua. Jika terbukti membawa dan tidak mau mengakui silakan dengan kesadaran sendiri masukan HP-nya ke air di wadah ini!" tegas saya.

Rupanya ada satu anak lagi yang maju meletakkan HP di meja saya. Ternyata memang hanya 11 anak yang membawa HP hari itu.

Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada anak-anak yang sudah bersikap jujur pada hari itu. Saya juga menjelaskan peraturan sekolah yang belum membolehkan anak-anak membawa HP ke sekolah kecuali untuk kegiatan tertentu. Saya juga menjelaskan kata-kata "air dapat mengubah sesuatu" sekadar trik untuk menguji kejujuran.  Maksudnya tak lain jika HP dimasukkan ke air akan mengalami kerusakan / konslet.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun