Jujur harus diakui bahwa setiap PNS / ASN, kenaikan pangkat merupakan sesuatu hal yang senantiasa didambakan kehadirannya. Sudah barang tentu, hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa pengawai negeri, kenaikan pangkat itu memiliki dimensi ganda.
Kenaikan pangkat selain secara nyata mencerminkan penghargaan pemerintah terhadap prestasi kerjanya, juga sekaligus mengisyaratkan bahwa dengan kenaikan pangkat itu penghasilan yang diperoleh akan bertambah pula. Dengan adanya penambahan penghasilan ini akan berdampak pada kesejahteraan pula.
Dalam kaitan dengan kenaikan pangkat ini, guru -- sebagai pegawai negeri - tampaknya lebih beruntung jika dibandingkan dengan profesi lain. Sebab guru dalam kenaikan pangkat diatur tersendiri melalui Permenegpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan Guru dan Angka Kreditnya.Â
Peraturan ini merupakan penyempurnaan Kepmenpan Nomor 84 Tahun 1993. Dengan peraturan ini memungkinkan seorang guru PNS mencapai jenjang jabatan fungsional tertinggi yakni Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e.
Namun pada kenyataannya, tidak semua guru PNS sanggup mencapai jenjang jabatan fungsional tertinggi tersebut. Tahun 2010 ketika peraturan tersebut baru disahkan data NUPTK menunjukkan bahwa dari 625.640 guru golongan IV/a hanya 29.082 (4,64%) yang bisa naik ke golongan IV/b. Alasannya karena kesulitan membuat karya ilmiah.
Guru dan Tradisi Menulis      Â
Menulis bagi guru tidak semata urusan karir. Guru adalah pendidik profesional yang seharusnya mampu menjadi agen perubahan. Agen transformasi sosial, agen ilmu pengetahuan, dan agen transformasi nilai-nilai moral. Namun dalam menjalankan peran itu, guru akan memperoleh tantangan yang cukup besar terutama dari masyarakat itu sendiri.Â
Karena untuk bisa berperan sebagai agen perubahan, diperlukan bekal diri yang banyak baik menyangkut ilmu pengetahuan, sikap hidup, maupun komitmen moral yang dimiliki. Padahal, ilmu pengetahuan, dinamika masyarakat dan nilai-nilai moral terus berubah cepat dan nyaris tak bisa diikuti oleh kekuatan yang dimiliki oleh manusia secara total.
Oleh karena itu, agar seorang guru terjaga kelanggengan ilmu pengetahuannya, diharapkan mampu mendokumentasikan pemikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah bagian dari tradisi modern.Â
Sejauh mana budaya tulis suatu masyarakat, akan memberikan gambaran bagaimana peradaban suatu bangsa itu hidup. Dalam masyarakat primitif/tradisional yang lebih kuat adalah tradisi lisan, sehingga ilmu pengetahuan, sastra dan nilai-nilai lain hanya ditularkan dari lisan ke lisan, yang mungkin akan mengalami penambahan atau pengurangan dan yang pasti tidak ada jaminan akurasinya.
Menyadari hal itu, kemampuan menulis merupakan satu hal yang harus dikuasai seorang guru. Dengan menulis, guru mampu merekam dinamika kelas yang dipimpinnya (action research), menulis buku, dan menuangkan ide cemerlang dalam bentuk tulisan lainnya.Â