Salah satu pemasalahan negeri ini yang sulit diurai dan dicarikan solusinya adalah tentang ketidakjujuran. Kasus korupsi, penipuan, penggelapan, plagiasi, dan kasus kriminal lainnya sebagian besar disebabkan oleh faktor ketidakjujuran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata jujur bermakna 1. lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya); 2. tidak curang (misal dalam permainan dengan mengikuti aturan yang berlaku); 3. tulus; ikhlas. Sedangkan kata bohong menyatakan sesuatu, hal atau keadaan yang tidak sebenarnya, palsu, dusta. Maka, berbohong termasuk perbuatan tidak jujur.
Beberapa waktu lalu kita dikejutkan kabar bahwa Dwi Hartanto yang konon disebut-sebut sebagai "The Next Habibie" ternyata merupakan sebuah klaim kebohongan. Terlepas dari apa motif dan latar belakang psikologisnya, hal tersebut telah mencoreng nama bangsa dan dunia pendidikan khususnya. Lembaga pendidikan yang seharusnya menghasilkan generasi ungggul dan berkarakter dinodai dengan sebuah tindakan bernama "kebohongan". Â Â
Maka, agar anak-anak kita tidak terjebak dalam kasus-kasus ketidakjujuran, pendidikan karakter jujur harus ditanamkan sejak dini. Karakter jujur harus dibentuk lewat pendidikan yang berkesinambungan dan bersinergi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sebab, kecenderungan anak untuk berbohong banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Bisa karena takut dimarahi atau dihukum ketika berbuat salah, atau karena melihat kebohongan yang ada di sekitarnya.
Karakter jujur juga ditekankan dalam pendidikan kepramukaan. Dasa ke sepuluh dari Dasa Dharma Pramuka berbunyi : suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Sehingga, lewat kegiatan pramuka anak-anak ditanamkan nilai-nilai kejujuran. Dengan harapan nantinya akan lahir generasi dengan tingkat kejujuran yang tinggi.
Lantas bagaimanakah cara menumbuhkan sikap jujur pada siswa? Segala sesuatu apabila dibiasakan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Apakah itu kebiasaan baik atau pun buruk. Membiasakan diri untuk selalu jujur dimaulai dari hal-hal kecil. Jangan meremehkan hal yang kecil, sebab sesuatu yang besar bermula dari yang kecil. Terkadang tanpa sadar kita mengajarkan anak untuk berbohong.Â
Contoh, ketika siswa ditanya bagaimana kabar mereka, maka mereka akan kompak menjawab baik-baik saja. Siswa yang mengalami sedikit masalah seperti ngantuk saat belajar mengatakan bahwa ia baik-baik saja, padahal ia berkata bohong. Ia merasa takut dan malu untuk mengatakan bahwa ia masih ngantuk untuk menerima mata pelajaran yang akan diberikan. Seorang guru secara tidak langsung membiasakan siswa untuk tidak berkata jujur terhadap apa yang ia rasakan.
Maka, sebagai guru seharusnya mampu membantu siswa dalam menumbuhkan sikap jujur kepada siswa. Ada pepatah mengatakan: "Anak akan melupakan semua nasihat baik dari orangtuanya, tetapi anak tidak akan pernah lupa dengan perbuatan baik orangtuanya". Artinya, bahwa perbuatan itu lebih berpengaruh ketimbang perkataan. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menjadi teladan bagi siswanya. Jika seorang guru ingin membangun karakter jujur pada anak didiknya, maka karakter jujur itu harus terbiasa muncul pada diri guru tersebut.
Guru harus bisa memberikan contoh kepada siswanya, misal ketika mengajar di kelas, guru harus jujur pada dirinya dan juga kepada siswa ketika tidak bisa menjawab pertanyaan karena belum pernah mempelajari hal tersebut sebelumnya. Guru harus berani jujur mengatakan bahwa pernah melakukan kekhilafan dalam mengajarkan suatu konsep, lalu kemudian segera memperbaikinya.Â
Perlu diketahui, jika seorang guru berani jujur mengakui kesalahan di depan anak didiknya, maka bukan berarti anak didiknya tersebut akan mengurangi rasa hormatnya, melainkan malah akan bertambah mengagumi kejujuran guru tersebut. Kebiasaan memberikan stimulus kepada anak-anak berupa contoh-contoh sikap yang jujur, akan direspon oleh anak dengan cara meniru kejujuran tersebut.
Keterampilan dan perhatian guru dalam menyelidiki ketidakjujuran siswa juga merupakan syarat bagi seorang guru dalam menanamkan kejujuran pada siswa. Bayangkan saja jika seorang guru mudah ditipu oleh siswanya, tentu saja siswa tidak akan segan-segan mengulangi kembali ketidakjujurannya tersebut. Ini biasanya terjadi kepada guru yang kurang peduli atau kurang memberikan perhatian kepada anak didiknya.
Guru juga harus kritis terhadap permasalahan siswa. Guru dituntut terampil dalam menyelidiki siswa yang sedang bermasalah. Apakah dia jujur atau tidak kepada gurunya dalam menyampaikan masalahnya tersebut. Konsistensi reward dan punishment yang diberikan juga sangat dibutuhkan untuk memperkuat agar anak selalu berbuat jujur. Kebiasaan memberikan stimulus berupa sikap kritis guru terhadap permasalahan siswa, reward dan punishment yang diberikan guru akan memunculkan respon siswa untuk tidak berbohong terhadap permasalahannya.