Contohnya ketika Kawah Sileri di Dataran Tinggi Dieng menyemburkan lumpur dingin 2/7/2017 lalu, berita yang beredar melalui media sosial, Kawasan Dieng ditutup total. Padahal kejadian sebenarnya, berdasarkan penjelasan Surip, petugas Gunung Api Dieng, Kawah Sileri meletus freatik (menyemburkan lumpur dingin) setinggi 50 meter. Ketika kejadian ada 17 pengunjung di dekat lokasi, 10 di antaranya mengalami luka-luka. Korban luka diakibatkan jatuh atau bertabrakan karena takut bukan karena semburan lumpur. Objek wisata yang ditutup adalah Kawah Sileri yang berada di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Banjarnegara. Objek wisata lain seperti Kawasan Candi Arjuna, Telaga Merdada, Kawah Sikidang, Kawah Candradimuka, Sumur Jalatunda, Telaga Warna dan objek lainnya letaknya cukup jauh dan aman dikunjungi.
Akibat berita yang tidak benar banyak wisatawan yang membatalkan kunjungannya ke Dieng. Untuk menangkal berita tersebut, pemerintah, masyarakat, penggiat pariwisata bahu membahu menyebarkan klarifikasi bahwa Dieng aman dikunjungi. Hasilnya, Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara mendapatkan hikmah dari peristiwa itu, yakni target PAD tertutup dari UPT Dieng, hal tersebut seperti disampaikan oleh Wabup H. Syamsudin, S.Pd, M.Pd.
Di era digital sekarang ini diperlukan kehati-hatian ketika menerima pesan atau membaca suatu berita. Diperlukan kejelian, kewasdaan dan literatur yang cukup untuk menilai apakah berita tersebut asli atau hoaks. Namun, yang tidak kalah penting diperlukan orang yang layak dimintai pendapatnya.
Hingga saat ini, seseorang yang berprofesi sebagai guru masih dipandang sebagai tempat untuk bertanya. Apalagi di daerah pedesaan. Oleh karena itu, sebagai guru dituntut untuk selalu meng-update informasi. Maka, tidak ada kata lain guru harus senantiasa belajar dan rajin membaca. Guru harus menjadi manusia literat, laksana perputakaan berjalan. Â Â