Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Guru Literat Anti Hoax

2 Oktober 2017   21:06 Diperbarui: 2 Oktober 2017   21:15 2797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Antihoaks Marimas

Pertumbuhan teknologi komunikasi telepon pintar dan media sosial yang tidak diimbangi literasi digital menyebabkan berita palsu alias hoaks merajalela di Indonesia. Informasi menyesatkan banyak beredar melalui aneka jalur digital, termasuk situs on-line dan pesan chatting.

Kalau tidak berhati-hati, warganet bisa termakan tipuan hoaks, atau bahkan ikut menyebarkan informasi palsu yang boleh jadi sangat merugikan bagi pihak lain. Padahal googlesebagai raksasa mesin pencari mengakui tidak bisa mengontrol informasi yang diunggah ke internet.  Hal ini disadari Managing Director Google Indonesia, Tony Keusgen. Menurutnya, Google sebagai platform selama ini hanya berperan sebagai penghimpun sehingga tak bisa mengontrol berbagai informasi yang diunggah warganet.

Lantas bagaimanakah cara agar tak terhasut atau ikut-ikutan menyebar berita palsu? Sebagai guru kita perlu literasi yang cukup agar bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat khususnya peserta didik. Dan tidak mudah ikut-ikutan menyebarkan berita yang belum jelas tingkat kebenarannya.

Maka, untuk bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita palsu dan mana berita asli Septiaji Eko Nugroho, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoaks seperti dikutip KompasTeknomenyebutkan lima langkah sebagai berikut :

Pertama, hati-hati dengan judul provokatif. Tak sedikit berita yang muncul di internet menggunakan judul provokatif. Langkah yang bijak, coba cross check berita itu dengan menggunakan mesin pencari Google untuk memastikan apakah berita yang kita baca, ditulis dan diterbitkan oleh situs berita lain.

Kedua,cermati alamat situs. Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

Ketiga, periksa fakta. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif. Maka yang perlu diperhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya.

Keempat, cek keaslian foto. Di era teknologi digital, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Langkah untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

Kelima, ikut serta grup diskusi anti-hoaks. Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoaks. Di grup-grup diskusi ini, warganet bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoaks atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain.

Dampak negatif dari berita hoaks dapat dirasakan oleh siapa saja. Kontennya yang berisi hal negatif bersifat menghasut dan memfitnah. Hoaksakan menyasar emosi masyarakat, dan menimbulkan opini negatif hingga berakibat yang lebih luas terjadinya disintergrasi bangsa.

Peran guru sangat diperlukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya kepada peserta didik dalam menyaring informasi. Adapun caranya antara lain; 1. mendorong masyarakat untuk menyebarluaskan berita positif maupun tulisan kritis terkait isu yang berkembang, 2. memutus hubungan di media sosial dengan orang yang gemar menyebar kebencian, 3. membantu dalam menyebarkan klarifikasi atas berita bohong tersebut, sebab kebohongan yang dilakukan dengan masif lama-kelamaan akan dianggap sebagai fakta, dan 4. jangan diam jika mendapati berita fitnah lewat media sosial, jika perlu melaporkan akun provokatif secara massal kepada aparat berwenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun