Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melestarikan Kemabruran Haji

9 Agustus 2016   07:24 Diperbarui: 9 Agustus 2016   07:35 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ungkapan  “haji mabrur” begitu populer di masyarakat. Ungkapan ini biasa digunakan sebagai doa bagi sebagian di antara kita yang akan menuaikan rukun Islam yang kelima (Ibadah Haji). Sudah menjadi kultur sebagian besar masyarakat bahwa, ketika akan menunaikan ibadah haji ada ritual walimatussafar. Dan bisa dipastikan, ungkapan “haji mabrur” manjadi kata yang dominan terucap di antara para narasumber dan setiap orang yang hadir pada acara tersebut. Hal itu wajar karena Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa haji mabrur tidak ada balasan kecuali surga.

Istilah mabrur yang dijelaskan pada beberapa kitab fiqh hampir selalu diartikan “maqbul” atau “diterima”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan; a diterima Allah, baik. Ibadah haji yang mabrur ialah ibadah yang sempurna syarat dan rukunnya. Namun, jika haji dipahami pada konteks ini, berarti manusia tidak pernah mengetahui apakah ibadahnya diterima atau tidak. Sebab, diterima atau tidaknya ibadah seseorang sepenuhnya urusan/wilayah Allah Swt. Padahal agama tidak boleh dipandang hanya sebatas hubungan dengan Allah Swt (vertikal) saja tetapi juga dalam konteks dengan sesama manusia (horisontal).

Berkaitan dengan itu, Nabi Muhammad Saw memberikan penjelasan sebagaimana diungkap Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh as-Sunnah bahwa; birruhuith’am ath-tha’am wa layyin al-kalam (mabrur itu memberi makan dan lembut perkataan). Sederhana sekali Nabi menjelaskan kata mabrur, yaitu orang yang suka memberi makan dan lembut dalam perkataan. Suka memberi makan melambangkan sifat dermawan, sedangkan lembut perkataan berarti ucapan-ucapannya tidak pernah menyakitkan orang lain. Simpel sekali didengarnya, namun tidak mudah untuk mempraktikkannya.  

Untuk itu agar kita senantiasa bisa mendekatkan diri kepada Allah Swt dan juga bisa mengembangkan keshalihan sosial dalam hidup bermasyarakat, perlu kiat agar kemabruran haji kita tetap lestari. Setidaknya ada 13 kiat yang sebenarnya menjadi inti/hikmah ibadah haji yang perlu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

  1. Pengambilan/Penentuan sikap untuk berbuat sesuai aturan. Ini merupakan realisasi dari miqat ihram, sehingga seorang muslim senantiasa dituntut untuk selalu bermiqat dalam satu hal yang dikerjakan untuk berbuat sesuai dengan aturan.
  2. Menjaga/mengontrol diri dengan aturan dan ketentuan yang mengikatnya. Ini merupakan realisasi dari ihram (niat haji atau umrah dengan segala ketentuannya).
  3. Selalu mendahulukan/mementingkan panggilan Allah Swt. Tidak membaurkan dengan niat, pemikiran dan tujuan lain. Ini merupakan realisasi dari ungkapan talbiyah yang kita ikrarkan ketika haji/umrah.
  4. Memperjuangkan syiar-syiar Allah Swt. Ini merupakan kepatuhan dan kekhusyuan dalam thawaf. Sehingga agama Islam benar-benar dapat dihayati sebagai agama yang luhur rahmatan lil alamin.
  5. Instrospeksi diri setiap saat.Ini merupakan realisasi dari makna wukuf di Arafah. Apa dan bagaimana ia semestinya bersikap dan berbuat harus selalu menjadi pertimbangan utama setiap manusia haji.
  6. Berkurban di jalan Allah Swt. Merupakan realisasi dari makna kurban yang telah diwujudkan dengan menyembelih binatang (harta) dan bercukur/menggunting rambut (jiwa/raga). Berkurban harta maupun jiwa hendaknya dapat diwujudkan dalam kegiatan nyata sehari-hari.
  7. Kesediaan untuk beri’tikaf atau berkhalawat. Mencoba untuk mengenali alam lingkungan dengan berdzikir kepada Allah Swt, merupakan realisasi dari makna mabit.
  8. Bertekad membelakangi segala maksiat dan membencinya.Ini merupakan realisasi melontar jamarat dengan janji diri membuang dan melemparkan segala celaan diri dan mengutuk serta menghancurkan segala kemaksiatan.
  9. Berusahan dengan sekuat tenaga untuk meraih cita-cita masa depan. Ini merupakan realisasi sa’i dari Safa dan Marwah.     
  10. Berjiwa toleransi dan saling menghormati sesama. Ini merupakan realisasi dari larangan yang tertera dalam Al-Quran bagi mereka yang sedang berhaji sekaligus perintah dan anjuran mengontrol diri untuk selalu meningkatkan ketakwaan.
  11. Menghindari aktifitas yang berdampak negatif dalam kehidupan. Ini realisasi dari larangan tidak memburu binatang, tidak memotong pepohonan dan tidak menyakiti hati orang lain.
  12. Cinta damai, berjiwa sosial dan tolong-menolong. Realisasi dari makna berjamaah dalam rangkaian semua ibadah.
  13. Kesiapan memberi kesempatan orang lain mendapatkan kemuliaan. Ini merupakan realisasi kesiapan mengalah dengan cukup melambaikan tangan ke arah hajar aswad apabila dalam keadaan yang sulit, sekaligus sebagai makna mengutamakan keselamatan bersama.

Akhirnya, selamat menunaikan ibadah haji kepada Saudara-suadara kita yang Insya allah hari ini mulai diterbangkan ke tanah suci. Semoga diberi kemudahan dalam melaksanakan seluruh rangkaian ibadah dan dijauhkan dari segala musibah. Dan, semoga nantinya bisa kembali ke tanah air benar-benar menjadi haji mabrur yang mampu memberi mamfaat tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk bangsa tercinta Indonesia. 

Sumber :

  1. Kiat-kiat Melestarikan Haji Mabrur, Dirjen PHU Kemenag RI
  2. Suara Muhammadiyah, 18/2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun