Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Fitri dan Jati Diri Manusia

5 Juli 2016   10:13 Diperbarui: 5 Juli 2016   10:41 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nafsu atau jiwa manusia akan menjadi warna dari akhlak seseorang, akhlak yang mahmudah (terpuji) atau madzmumah (tercela) berpangkal dari jiwanya. Imam Al-Ghazali membagi jiwa menjadi tujuh tingkatan, yakni :

  1. Nafsu Amarah, jiwa manusia yang selalu ingin memenuhi kehendak hawa nafsu dalam segala bidang kehidupan.
  2. Nafsu Lawwamah, jiwa yang masih cacat, sungguh pun menerima hidayat dari Allah. Selalu ingin berbuat baik, namun kadang-kadang masih tergelincir pada perbuatan jelek.
  3. Nafsu Mardliyyah, jiwa yang mendapat ridla, maunah, hidayah dari Allah dan mendapat keutamaan langsung dari Allah. Perbuiatan-perbuatannya karamah.
  4. Nafsu Mulhamah, jiwa yang selalu diilhami Allah. Kekaromahannya tampak pada segala tindak tanduk kesehariannya. Tak ada perasaan dengki, iri, haus harta dan sebagainya.
  5. Nafsu Muthmainnah, jiwa yang puas dengan pengabdian kepada Tuhan, sanggup menerima cahaya dari Tuhan, sanggup menolak kemewahan dunia. Senantiasa berbuat baik pada semua makhluk.
  6. Nafsu Ar-Radhliyah, jiwa yang menyerahkan diri kepada Allah dengan ikhlas dan tanpa pamrih dalam segala hal.
  7. Nafsu Kamilah, jiwa yang telah benar-benar sempurna, mendapat pancaran sinar ketuhanan (ma’rifat). Baginya kebahagiaan adalah kebahagiaan di haribaan Allah Swt.

Kemungkinan akhlak manusia meluncur menjadi akhlak yang madzmumah adalah lantaran ketidakmampuannya menggunakan potensi yang dimilikinya. Sehingga membuahkan berbagai perbuatan tercela yang biangnya adalah watak takkabur dan sombong (arogan). Momentum Idul fitri bisa merupakan tonggak pemberhentian sejenak, di mana manusia kembali kepada fitrahnya, kepada jati dirinya. Arogansi dan takkabur bukan jati diri manusia. 

Akhirnya, “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Taqobbalallahu minna wa minkum, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.”

Sumber : Rindang No 7 Tahun 1996

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun