Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Harus Bisa (Me) Nulis

8 November 2015   19:37 Diperbarui: 8 November 2015   19:56 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekitar tahun 1980-an memutuskan pilihan menjadi guru SD bukanlah tanpa hambatan. Profesi guru bukanlah profesi idaman bagi anak muda kala itu, apalagi sebagai Guru SD. Guru SD identik dengan kemiskinan, kesusahan dan keprihatinan. Mereka yang berminat menjadi guru rata-rata dari keluarga kalangan ekonomi menengah ke bawah. Maka, ketika penulis memilih masuk sekolah guru (SPG) banyak teman yang mencibir dengan menyebut SMA Madesu (Masa Depan Suram). Namun, karena faktor ekonomi keluarga, pilihan itu tetap penulis pilih meski dengan berbagai rintangan dan tantangan.

Begitu pula ketika telah diangkat sebagai guru PNS dengan mendapat Nomor Induk Pegawai (NIP). NIP tidak dimaknai sebagai Nomor Induk Pegawai tetapi Nrima Ing Pandum (Jawa). Artinya pasrah dengan gaji pas-pasan atau bahkan kurang.  Maka, tak jarang beberapa guru PNS waktu itu banyak yang terjerat hutang baik di bank, koperasi atau rentenir demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kondisi demikian, syair lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang dinyanyikan anak-anak hanya merdu di telinga namun tidak mampu mendinginkan panasnya hati.

Lain dulu lain pula sekarang. Kini profesi guru mulai banyak dilirik kaum muda. Hal ini sejalan dengan tekad pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan profesi guru. Dengan diundangkannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan berbagai regulasi lainnya kesejahteraan guru mulai meningkat. Bahkan, dengan adanya Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik telah membuat iri PNS di bidang lain. Meski sebenarnya profesi bidang lain pun ada juga tunjangan hanya namanya yang berbeda.

  Ada tunjangan remunerasi, ada tunjangan lauk pauk dan sebagainya. Namun, karena jumlah guru PNS cukup banyak dibanding pegawai lain maka akan menyerap anggaran yang besar. Di samping itu sebagian guru yang sudah mendapatkan tunjangan profesi belum juga menunjukkan peningkatan kinerjanya. Bahkan, ada yang terlena hingga lupa memikirkan peningkatan keprofesiannya. Faktor inilah yang mungkin menyebabkan kecemburuan bagi PNS di bidang lainnya.

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

Berdasarkan Permennegpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 guru harus melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). PKB adalah kegiatan pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. PKB merupakan salah satu komponen pada unsur utama kegiatan guru yang diberikan angka kredit. Sedangkan, unsur utama yang lain, sebagaimana dijelaskan pada bab V pasal 11, adalah: (a) Pendidikan dan (b) Pembelajaran/ Bimbingan. Unsur kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) terdiri dari tiga macam, yaitu: Pengembangan Diri, Publikasi Ilmiah, dan Karya Inovatif.

Kegiatan Pengembangan diri  meliputi: a) mengikuti diklat fungsional dan  b) melaksanakan kegiatan kolektif guru. Publikasi ilmiah meliputi: a) membuat publikasi ilmiah atas hasil penelitian  dan b) membuat publikasi buku, sedang karya inovatif dapat berupa: a) menemukan teknologi tetap guna, b) menemukan/menciptakan karya seni, c) membuat/memodifikasi alat pelajaran dan d) mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.

Dari ketiga kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) itu, bagi guru dianggap sebagai momok dalam kenaikan pangkat. Karena untuk kenaikan pangkat pada jenjang tertentu wajib mengumpulkan angka kredit unsur PKB yang telah ditentukan. Misalnya, kenaikan dari jabatan Guru Madya, golongan IV/a ke Guru Madya, golongan IV/b harus mewajibkan 4 (empat) angka kredit subunsur Pengembangan Diri dan 12 (duabelas) angka kredit subunsur Publikasi Ilmiah dan/ Karya Inovatif.

Di samping itu, bagi guru yang akan naik jabatan dari Guru Madya golongan ruang IV/c ke Guru Utama golongan ruang IV/d, di samping harus memiliki 5 (lima) angka kredit dari subunsur pengembangan diri dan 14 (empat belas) angka kredit dari subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, yang bersangkutan diwajibkan melakukan presentasi ilmiah.

Sedangkan publikasi karya tulis ilmiah guru yang dapat dinilai dengan angka kredit dapat berupa: a) Laporan hasil penelitian, b) Tinjauan ilmiah, c) Tulisan ilmiah popular, dan d) Artikel ilmiah. Masing-masing karya mempunyai bobot nilai sendiri dan tergantung media/jurnal yang memuatnya. Misalnya, jika dipublikasikan di jurnal nasional bobotnya akan lebih tinggi dibandingkan dengan dimuat di jurnal lokal.

Laporan kegiatan PKB agar memperoleh penetapan angka kredit disajikan dalam bentuk tertulis, yang berupa Karya Tulis Ilmiah (KTI). Untuk setiap macam laporan kegiatan PKB (baik kegiatan pengembangan diri, publikasi ilmiah, maupun karya inovatif) disajikan dalam bentuk karya tulis dengan kerangka isi dan disertai bukti fisik yang berbeda antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Maka, tidak ada pilihan lain untuk memenuhi unsur PKB guru harus bisa menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun