Mohon tunggu...
Oman Salman
Oman Salman Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Surel: salmannewbaru@gmail.com

Sedang belajar memahami anak dan ibunya...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Intrik Politik sampai Pengkhianatan Kakak-Beradik dan Pembunuhan Saudara dalam "Nur Jahan The Queen of Mughal"

21 Juni 2019   14:18 Diperbarui: 21 Juni 2019   14:32 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Novel Nur Jahan the Queen of Mughal. Dokpri.

Nur Jahan, sang istri sekaligus ratu, mencoba untuk meyakinkan para petinggi kerajaan bahwa situasi terkendali meskipun sang Sultan telah meninggalkan kerajaan untuk selamanya. Namun sang Ratu tak dapat berbuat banyak kepada para petinggi kerajaan sebab semua tahu belaka bahwa Nur Jahan bukan siapa-siapa tanpa Sultan Jahangir. Para petinggi kerajaan tak dapat dan tak akan menerima perintah Nur Jahan lagi. Dalam tradisi kerajaan, jika Sultan telah wafat, maka sang Pangeran penerus takhta yang akan mereka dengar dan ikuti. Namun pangeran yang mana? Siapa? Kesultanan dalam keadaan kekosongan dan kondisi ini sungguh menyulitkan dan mengkhawatirkan. Konflik perebutan kekuasaan dapat terjadi kapan saja.

Dalam keadaan sakitnya, Sultan Jahangir membuat wasiat bahwa penerusnya adalah pangeran Shahryar, suami Ladli sekaligus menantu Nur Jahan. Namun saat ini ia sedang tidak berada di samping mereka. Nur Jahan mengkhawatirkan keberadaan pangeran lainnya, Khuram, yang sekaligus sebagai menantu dari Abul Hasan, kakanya Ratu Nur Jahan. Meskipun Khuram kini berada jauh di pengasingan.

Dalam situasi ini, ketika tak ada satu pun petinggi kerajaan yang dapat mendengarkan apalagi menjalankan perintah Ratu Nur Jahan yang kini adalah janda sultan, ia menaruh harapan satu-satunya kepada kakak kandungnya, Abul Hasan.    

Di samping jenazah Sultan Jahangir, Ratu Nur Jahan bertanya kepada kakaknya, Abul Hasan.

"Akankah kau mengkhianatiku, Abul?"

"Aku takkan mengkhianatimu, Nur Jahan, kau dan aku, kita sedarah, aku takkan mengkhianatimu." (hal. 647)

Keduanya lalu melakukan sumpah setia takkan mengingkari janji seraya memakan tumbukan biji datura yang mematikan.

Sumpah setia yang pernah mereka lakukan saat mereka masih kanak-kanak, setelah sebuah kejadian bodoh yang mereka berdua tak boleh bicarakan. Kejadian yang tak teringat lagi oleh Nur Jahan...mungkin Abul pergi ke tempat minum? Atau mereka berdua pergi ke sana? Sesuatu yang seperti itu. Sesuatu yang tak boleh didengar oleh Bapak dan Maji mereka. Sebagai bentuk sumpah setia keduanya, mereka memakan serbuk putih dari biji datura yang telah ditumbuk. Terasa pahit dan berminyak di lidah, selama berjam-jam setelahnya mereka terhuyung-huyung, setengah tak sadarkan diri, terus-menerus meminum air, mata dipejamkan untuk menghalau cahaya dunia yang terasa menyakitkan. Perut Mehrunisa (waktu itu belum menjadi Nur Jahan) kejang-kejang dan saat itulah Abul memanggil Maji. Ibu mereka memberinya pasta dari asam Jawa dan potongan arang dan Mehrunisa lalu memuntahkan isi perutnya ke lantai. Dan setelah itu baru rasa sakitnya berkurang dan ia dapat membuka mata ke arah cahaya tanpa mengernyit. Dan tak satupun dari merreka mengatakan apa yang telah mereka makan sebab mereka telah berjanji dan sumpah setia. (hal. 119-120)

Sumpah setia yang hampir merenggut nyawa mereka.

Nur Jahan tak tahu, Abul telah mengkhiantainya. Tak seperti saat mereka masih kanak-kanak dulu, kini Abul tak memakan atau menjilat serbuk biji datura yang mematikan itu. Ketika Nur Jahan menjilatkan telunjuknya yang telah dilumuri oleh serbuk biji datura, rupanya Abul menjilatkan jari tengahnya. Jari telunjuknya yang telah ia lumuri dengan biji mematikan itu, tak ia jilat. Sang Ratu sempoyongan oleh efek serbuk itu di tengah pengkhianatan kakaknya.

Abul lalu memerintahkan anak buahnya untuk membawa pesan lisan kepada menantunya, Pangeran Khuram, yang berada di Deccan, bahwa Sultan Jahangir telah wafat dan untuk segera datang ke Lahore, tempat di mana Jasad Jahangir berada. Sementara itu, wasiat dari mendiang Sultan Jahangir untuk Pangeran Shahryar tak pernah tiba.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun