Mohon tunggu...
Haryo Aji Nugroho
Haryo Aji Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Dunia berubah oleh pikiran tak biasa

Laki2

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perguruan Tinggi Perlu Tumbuhkan Jiwa Enterpreneur

26 Juni 2012   00:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:32 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bulan-bulan begini tiap kampus tentu tengah berkonsentrasi bagaimana mendapatkan sebanyak mungkin mahasiswa baru. Peta persebaran alumni digelar, data sekolah potensial penyumbang mahasiswa kembali dibuka-buka, serta grafik pertumbuhan populasi mahasiswa baru dari tahun ke tahun kembali dianalisa sebagai patokan tahun ini harus meningkat. Tapi jauh di hati kecil kadang tersirat berapakah angka alumni yang masih menganggur? Data kualitatif alumni berhasil sudah sering diulas tapi data alumni menganggur? Adakah yang peduli?

Saat bertemu rekan sejawat iseng aku tanya berapa jumlah mahasiswa baru, populasi prodi serta jurusan biasa jadi obrolan pembuka. Tapi berapa alumni yang menganggur boleh jadi sampai obrolan selesai pun tak tersentuh. Umumnya mahasiswa baru berbondong kuliah membawa bayangan kelak terpasang formasi formal negara atau setidaknya posisi formal lembaga swasta sementara tak terbesit sektor informal bahkan non formal bakal harus siap digelutinya nanti. Mahasiswa harus disiapkan dengan format khusus bukan sekedar menunggu panggilan formasi PNS melainkan pula siap mengisi formasi NGO/LSM dan lembaga pemberdayaan masyarakat lainnya bahkan menjadi enterpreneur.

Jenjang ini diperlukan penyiapan mental spiritual yang tak bisa main-main. Pada tataran brosur sosialisasi saja kita masih sekedar menawarkan peluang kerja aras formal negara. Program studi ini akan mencetak mahasiswa menjadi tenaga ahli di bidang keguruan, hakim, panitera, dll. Kalau mau jujur berapa sih peluang mendapatkan posisi itu? Zero growth adalah persoalan lain juga. Kalaupun menawarkan impian masa depan adalah sebuah "bantuan" agaknya tak perlu tanggung membantu untuk sekalian membuka cakrawala dunia-dunia pekerjaan baru yang dapat digeluti alumni.

Sepuluh tahun silam mungkin orang tak terpikir bahwa membuat program internet silaturahmi macam Face Book bisa menjadi milyader. Sepuluh tahun lalu tak terpikir orang bahwa menasehati orang (non pengajian) bisa seperti Mario Teguh. Sepuluh tahun lalu orang nggak terpikir bahwa production house bukan hanya menghasilkan acara TV melainkan mampu membangun jaringan kerja sosial sambil memutar roda kapitalisme nasional semacam Kick Andi. Jangan biarkan alumni mengandalkan otodidak dalam hal ini, kampus harus bertanggungjawab atas produknya. Ketika Arif Budiman terlunta di pecat institusi kerja almamater menariknya untuk bekerja, ketika Habibie tersungkur oleh petualang politik di negerinya almamater menyerapnya kembali semata produk jangan sampai tersia-sia. Sudahkah kampus berpikir demikian. Bila tak mampu serap lagi setidaknya mampu membuka impian yang lebih luas bukan sekedar mimpi jadi PNS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun