Apa bedanya berpikir di dalam kotak dengan think outside the box? Ada yang tanya demikian dan sajian berita berikut kaya'nya cocok buat data basis analisis. Pedagang asongan yang menimbun stok rokok adalah contoh pebisnis yang terpenjara berpikir di sebuah kotak. Ketika negara mewajibkan kotak bungkus rokok musti bergambar gambar seram mengerikan, pebisnis model ini hanya bereaksi menimbun stok sebanyaknya agar terjaga kelangsungan penjualan mereka. Sejatinya bisnis di bawah tangan semacam ini hanya meneguk keuntungan sesaat karena suatu saat stok lama juga akan habis. Lebih bermasalah lagi ketika bisnis sembunyi-sembunyi berujung ilegal yang membahayakan pelaku bisnis. Lalu bagaimana berpikir outside the box? Geser reaksi bisnis abu-abu alias sembunyi-sembunyi ke bisnis kreatif. Apa? Bisnis wadah rokok. Gambar bungkus rokok mengerikan dan menjijikkan bagi perokok menjadi peluang bisnis kreatif bagi produsen wadah bungkus rokok (cover penutup gambar seram di bungkus). Kreatifitas wadah ini bisa sangat kreatif. Ciptakan wadah rokok dengan aneka gaya yang menggoda perokok untuk menggantikan kotak rokok bawaan pabrik rokok. Bungkus rokok berbungkus kain jeans (buat suasana country, bungkus rokok berbahan alami (bertajuk bungkus rokok herbal), tema offroad, adventure, look-army, religius, viesta, funny, feminim, maskulin, mas Parto, atau wadah rokok dengan style apapun. Termasuk wadah rokok khusus buat perokok yang pelupa, bisa dilengkap sensor GPS android untuk permudah pencarian atau yang bisa dimisscall pake hape. Itu ladang bisnis baru terkait gaya hidup para perokok. Ada yang berminat mengaplikasikannya untuk kelangkaan BBM?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H