Mohon tunggu...
ninisshohibah
ninisshohibah Mohon Tunggu... Guru - Universitas pamulang

saya merupakan seorang yang senang sekali bercerita dengan itu saya akan membagikan pengalaman dan kisah yang memukau disini

Selanjutnya

Tutup

Healthy

" Apakah Skincare Benar - benar Menyehatkan Kulit, atau Hanya Tren Konsumtif yang Dimanfaatkan Pasar?"

9 Januari 2025   21:24 Diperbarui: 9 Januari 2025   21:23 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Ketika memilih skincare, penting untuk memahami kebutuhan kulit Anda sendiri daripada hanya mengikuti tren. Tren bisa menjadi bumerang yang mendorong perilaku konsumtif tanpa manfaat nyata bagi kesehatan kulit." (Dr. Sarah Wijaya, Psikolog dan Konsultan Gaya Hidup Sehat)

 

Namun, di balik prestasi ini, terdapat ancaman yang perlu diwaspadai. Masalah lainnya adalah meningkatnya ekspektasi masyarakat terhadap standar kecantikan yang ditampilkan di media sosial. Kulit mulus tanpa cela sering kali menjadi gambaran ideal yang tidak realistis bagi sebagian besar orang. Standar ini tidak hanya meningkatkan tekanan sosial, tetapi juga berpotensi memicu insekuritas, khususnya di kalangan generasi muda. Dampaknya, banyak yang merasa perlu membeli produk dalam jumlah berlebihan, meskipun tidak benar-benar dibutuhkan. Salah satu tantangan terbesar adalah peredaran produk ilegal. BPOM mencatat lebih dari 1.200 kasus kosmetik ilegal selama tahun 2023, dengan sebagian besar produk berasal dari kategori skincare. Produk-produk ini sering kali mengandung bahan berbahaya seperti merkuri atau hidrokuinon dalam dosis tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan kulit permanen, bahkan risiko kesehatan jangka panjang.

 

Media sosial telah menjadi platform utama untuk memasarkan produk skincare. Banyak merek menggandeng influencer untuk mempromosikan produk mereka, sering kali melalui ulasan atau tutorial yang dikemas menarik. Hal ini memang efektif untuk meningkatkan penjualan, tetapi juga memunculkan sisi gelap berupa perilaku konsumtif di kalangan masyarakat.

 

Menurut survei Jakpat (2022), 68% konsumen membeli produk skincare berdasarkan rekomendasi influencer, bukan atas rekomendasi dokter atau ahli dermatologi. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih terpengaruh oleh tren daripada kebutuhan medis yang sebenarnya.

 

Tidak sedikit orang yang merasa tertekan untuk mengikuti standar kecantikan tertentu, seperti memiliki kulit glowing atau glass skin, yang sering kali ditampilkan oleh influencer di media sosial. Tekanan sosial ini dapat memicu perilaku konsumtif, di mana seseorang membeli rangkaian produk skincare yang sebenarnya tidak sesuai dengan kebutuhan kulitnya, hanya demi memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis.

 

Sebagai masyarakat modern, kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tren ini berkembang secara positif, baik untuk kesehatan individu maupun pertumbuhan industri secara keseluruhan. Dengan begitu, maraknya skincare bukan hanya sekadar tren sesaat, tetapi menjadi langkah nyata menuju kesadaran akan pentingnya perawatan diri yang berkelanjutan. Pada akhirnya, tren skincare pasca pandemi harus diarahkan ke tujuan yang lebih besar, yaitu keseimbangan antara estetika dan kesehatan. Selain itu, dukungan pada produk lokal harus diiringi dengan pengawasan ketat terhadap kualitas dan keamanan produk. Sebagai konsumen, kita juga perlu lebih bijak dan kritis dalam memilih produk, memastikan bahwa tren ini tidak hanya menjadi dorongan konsumtif, tetapi juga bagian dari gaya hidup sehat yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun