"Apakah Skincare Benar-Benar Menyehatkan Kulit, atau Hanya Tren Konsumtif yang Dimanfaatkan Pasar?"
Apakah skincare benar-benar rahasia kulit sehat, atau sekadar strategi pasar yang memanfaatkan obsesi terhadap tren kecantikan? Di tengah gempuran promosi di media sosial, banyak konsumen terjebak dalam siklus membeli produk tanpa memahami kebutuhan kulit mereka. Para influencer sering kali menjadi penggerak utama tren ini, mendorong perilaku konsumtif yang tidak selalu berdampak positif. Sementara itu, kesehatan kulit justru sering kali membutuhkan pendekatan yang sederhana dan tepat sasaran. Jadi, apakah kita benar-benar peduli pada kesehatan kulit, atau hanya ikut-ikutan demi memenuhi standar sosial?
Pandemi Covid-19 mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat, termasuk kebiasaan merawat kulit. Pemakaian masker yang intens selama pandemi memicu munculnya maskne atau jerawat akibat masker, sehingga kebutuhan akan produk anti-jerawat meningkat. Selain itu, kebiasaan bekerja dari rumah (WFH) memberi banyak orang kesempatan untuk lebih memperhatikan perawatan diri.
Menurut dr. Fitria Eka, seorang dermatolog yang aktif dalam berbagai edukasi kesehatan kulit, “Pasca pandemi, kebutuhan perawatan kulit tidak lagi hanya fokus pada estetika, tetapi juga pada pemulihan dan pencegahan masalah kulit.” Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kini melihat skincare sebagai bagian penting dari menjaga kesehatan secara menyeluruh.
Namun, kebutuhan ini kemudian berkembang menjadi tren. Meski terlihat menjanjikan, tren skincare ini membawa konsekuensi baru. Banyak masyarakat yang terbawa arus konsumsi tanpa benar-benar memahami kebutuhan kulit mereka. Tidak sedikit dari mereka yang menghabiskan uang untuk produk mahal yang ternyata tidak memberikan hasil signifikan atau bahkan memperburuk kondisi kulit. Fenomena ini menunjukkan pentingnya edukasi tentang perawatan kulit yang benar, yang sayangnya sering kali kalah pamor dibandingkan rekomendasi influencer. Media sosial memainkan peran besar dalam transformasi tersebut. Berdasarkan survei We Are Social (2023), 75% pengguna media sosial di Indonesia mengaku mendapatkan rekomendasi skincare dari platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Konten seperti “morning routine” atau “skincare hacks” yang viral mendorong masyarakat untuk mencoba produk tertentu, meski sering kali tanpa pertimbangan yang matang tentang kecocokan dengan jenis kulit mereka.
Pertumbuhan industri skincare di Indonesia juga memberikan dampak positif yang signifikan. Data Kementerian Perindustrian pada tahun 2023 menunjukkan bahwa sektor kosmetik, termasuk skincare, tumbuh sebesar 9,3%. Pertumbuhan ini banyak didorong oleh keberhasilan merek lokal seperti Somethinc, Avoskin, dan Scarlett, yang tidak hanya menarik perhatian pasar dalam negeri, tetapi juga berhasil bersaing di pasar internasional.