Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Papa Minta Pulsa" Gaya Baru Waspadalah!

30 Oktober 2017   08:47 Diperbarui: 30 Oktober 2017   09:09 2193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu contoh "Papa Minta Pulsa" gaya lama yang saking seringnya terjadi, malah menjadi bahan olok-olokan masyarakat. [Sumber: Liputan-6].

Dia menjawab: "Nah tuh sudah ingat...".  

Om-G: "Waduh maaf ya, nomormu ndak dikenal sih, jadi aja aku ragu-ragu...".

Dia: "Iya, aku nomorku yang lama sudah ndak aktif, tolong dihapus saja ya; aku sekarang pake nomor yang ini...".

Om-G: "Iya... Iya... Hey apa kabar nih? Sudah lama ya kita nggak ketemu..."; dan dimulailah percakapan akrab di antara kami, layaknya dua orang teman yang sudah lama tidak mengobrol...

Setelah beberapa lama percakapan kami berhenti, diakhiri dengan "Kapan-kita kita ketemu ya, biar bisa ngobrol-ngobrol lagi sambil ngopi-ngopi gitu...". "Hayuk deh, ntar kita telepon-teleponan lagi ya...".

Setelah itu, sekitar 20-30 menit, eh dia menelepon lagi... "Eh maaf nih, bisa minta tolong nggak? Tolong kirimin pulsa dong ke nomorku yang ini, seratus ribu aja...".

Di titik ini Om-G jadi nyadar bahwa dia adalah orang yang coba-coba menipu (mungkin dia "anggota GPMP" barangkali ya..? Hehe, bcanda, mana ada GPMP beneran...). Lha gimana nggak, mana ada dosen ITB yang sudah senior kok minta-minta pulsa? Dia 'kan punya istri dan anak yang sudah besar? Kalaupun perlu pulsa, ya tinggal minta tolong kepada salah seorang mereka, 'kan? Daripada bikin story yang aneh seperti ini... [Besoknya Om-G nelepon dan ngobrol langsung dengan Om Yus beneran. Om Yus beneran ini, pasti, membenarkan dugaan Om-G bahwa yang nelepon kemarin mah bukan dia...].

Weleh-weleh... Waktu Om-G bilang begitu kepada si penelepon tadi (yang ngaku-ngaku sebagai "Om Yus"), eh dia malah marah-marah... Pakai bilang segala bahwa Om-G sudah ndak menganggap teman lagi sama dia...

Jadi rasanya tidak ada salahnya kalau kita waspada terhadap modus seperti ini ya, karena setelah Om-G menceritakan "kasus" ini kepada teman-teman, eh beberapa diantaranya bilang pernah mengalami hal serupa, dan bahkan lebih "gawat": pelaku meminta uang beberapa juta rupiah dengan berbagai alasan... Ada yang minta ditalangin dulu untuk mengirim uang kepada anaknya untuk bayar SPP dengan alasan buku tabungannya lagi nggak ketemu, jadi tidak bisa transfer (lha, 'kan bisa via atm atau internet banking?). Ada pula yang minta ditalangin dulu untuk mengirim uang kepada istrinya yang sedang dirawat di rumah sakit (lha bagaimana istrinya bisa ngambil uang ke atm, wong dia sedang dirawat?), dan seterusnya dan sebagainya deh...

Bagaimana "mengatasi" keraguan kita? (Siapa tahu dia ini beneran teman kita yang sedang butuh bantuan...). Untuk ini sebetulnya ada cara yang mudah sekali dijalankan. Misalnya kita jangan terpancing untuk menyebutkan nama duluan, nama yang ada di benak kita, dan kita duga itu adalah nama dia. Kalaupun kita sudah telanjur terpancing, masih gampang kok mengechecknya, misalnya dengan menanyakan beberapa hal yang  kalau dia benar-benar orang yang kita duga, pasti dia tahu jawabannya. Kalau perlu dengan "pertanyaan jebakan".

Misalnya begini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun