Sudah berkali-kali kita menyaksikan demo yang dilakukan para buruh, baik secara langsung ataupun lewat media tv atau lainnya, apalagi pada 1 Mei atau sekitar-sekitar situ...
Selama demo-demo tadi tidak dilakukan secara anarkis, tidak bikin macet berlebihan, rasanya “baik-baik saja”, ‘kan? Asal berijin, berdemo memang boleh dan bermanfaat untuk menyuarakan aspirasi dan keinginan para buruh. Jadi dalam konteks itu Om-G mah tidak mempermasalahkan kegiatan demo tadi. Tapi mari kita telaah lebih lanjut. [Maaf jangan salah sangka lho, Om-G juga karyawan biasa, yang nggak punya pabrik, perusahaan atau bisnis apapun. Ini mah hanya sedang berusaha melihat secara “agak lain”...].
Presiden Jokowi berharap agar para buruh sejahtera dan adil.
Para buruh sejahtera? Alhamdulillah... Om-G mah seneng banget... Karena jumlahnya yang banyak, para buruh yang sejahtera akan mempunyai daya beli yang tinggi, akan membeli lebih banyak, dan pada akhirnya akan menggerakan roda perekonomian secara massif. Siapa tahu Om-G akan kebagian dampak positifnya, hehehe... Misalnya dengan membuka warung bakso atau tempat pencucian kendaraan bermotor (lha kalau para buruh sudah sejahtera, mereka semuanya punya kendaraan bermotor, weekend jalan-jalan, beli bakso dan lalu setelah pulang mencuci kendaraannya ke jasa pencucian mobil/motor, wong mereka punya uang cukup banyak kok...).
Lalu, apa hubungannya antara demo dan kesejahteraan buruh? Lha ya jelas toh? Demo menuntut kenaikan upah. Kalau bisa sekalian yang tinggi prosentae kenaikannya, ‘kan kata Presiden Jokowi juga, beliau berharap agar para buruh sejahtera. Tidak ada yang salah, ‘kan?
Eh ntar dulu, selalu berhasil, gitu? Yah Om-G mah payah... Begini Om: misalnya kita menuntut kenaikan upah 60%, lah ya kalau fifty-fifty saja, yang dikabulkan kenaikan upah sebesar 30%, ‘kan lumayan tuh Om...
Iya sih, kalau seperti itu mah, “cerita” kita akan indah-indah saja... Tapi bagaimana kalau “dongeng”nya adalah seperti yang berikut ini? [Mudah-mudahan ini sih hanya pikiran lebay Om-G saja yaks...]:
Kalau tuntutan demo dipenuhi, trus upah karyawan naik. Dengan naiknya upah para karyawan, jelas ongkos produksi (yang terdiri dari ongkos bahan langsung, ongkos tenaga kerja langsung dan ongkos tak langsung pabrik) juga akan naik. Lalu setelah ditambah dengan biaya distribusi, pemasaran, dan lain lain, harga jual juga akan naik.
Trus, masalahnya apa, Om-G? Begini, harga jual yang naik biasanya akan membuat daya saing produk kita menurun. Lha, tapi harga jual dari perusahaan lain juga naik, ‘kan? Jadi tidak berpengaruh dong, wong sama-sama naik..? Iya sih, tapi itu kalau nggak ada produk impor. Lha produk impor ‘kan nggak naik harganya? Trus daya saing dia naik (~ barangnya banyak yang beli) versus barang-barang buatan kita yang daya saingnya menurun (~ barang kita tidak banyak yang beli); apa kita tidak berada dalam bahaya tuh?
Idem kalau pabrik kita mengekspor produk ke luar negeri...
Kalau tuntutan demo tidak dipenuhi, upah karyawan tidak jadi naik, trus para karyawan “ngambek”, ‘kan? Misalnya, demonya diterusin “sampai tuntutan kami dipenuhi”. Lha trus kapan kerjanya? Trus perusahaan nggak berproduksi dong... [Ini mungkin masih mendingan, lha kalau demo disertai tindakan anarkis membakar pabrik sendiri, produksi jelas akan berhenti... Makanya kalau demo itu jangan sambil berbuat anarkis ya...].