Menanggapi “peristiwa Sarinah” yang terjadi kemarin, para Petinggi negara, baik itu dari TNI, Polri atau pun BIN, menghimbau masyarakat Indonesia untuk melaporkan hal-hal yang mencurigakan ataupun yang tidak pada tempatnya, agar ruang gerak para pengacau keamanan itu makin terbatas dan dapat terdeteksi secara lebih dini. Imbauan ini pun sebetulnya sudah lama dikumandangkan. Misalnya di sekitar perumahan kita sering ada tulisan “Tamu 1x24 jam Harus Melapor”.
Imbauan itu sangat logis menurut Om-G mah. Dengan jumlah personil Polisi maupun TNI yang terbatas, pasti lah sangat sukar me-waskat semua orang satu per satu. Apalagi mereka, para teroris itu, sering juga sebetulnya bertempat tinggal di tengah-tengah masyarakat biasa.
Jadi tinggal kita nih, masyarakat Indonesia, mau nggak membantu para aparat untuk ikut “memantau” keberadaan para teroris atau yang patut diduga teroris itu. Atau apakah kita lebih memilih untuk acuh tak acuh, dengan berpikir bahwa “Yé itu mah tugas Polisi dan TNI atuh, mereka ‘kan sudah digaji untuk itu...”. However, Om-G optimis bahwa sebagian besar dari kita tidak akan cuek bebek, dengan konsekuensi bahwa para teroris jadi bebas berkeliaran dengan sebebas-bebasnya... Lha, kalau ada aksi terorisme, siapapun bisa terkena akibatnya, ‘kan? Toh kita tidak dituntut untuk tembak-tembakan melawan para teroris, tapi alangkah baiknya kalau kita bisa membantu aparat Kepolisian dan TNI, misalnya dengan memberikan informasi yang diperlukan...
Jadi, apa konkritnya yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat awam? Misalnya ini:
1. Melaporkan bila ada barang/benda yang mencurigakan, apalagi kalau kedengeran ada bunyi jam. Hiy, seremmm...
2. Melaporkan bila ada orang-orang yang berperilaku mencurigakan, misalnya berjalan bolak-balik di tempat yang tidak semestinya atau pada waktu yang tidak semestinya.
3. Melaporkan bila ada orang-orang yang berperilaku “tertutup”. Memang tidak selalu, tapi kalau ada tetangga kita yang tertutup banget, gak pernah say hallo atau bahkan menolak kalau kita mau berkunjung ke rumahnya, rasanya mah dia ini patut dicurigai, ‘kan? Jangan-jangan dia memang bukan teroris, tapi siapa tahu dia adalah gembong narkoba... Tuh, yang seperti ini harus dilaporkan juga... [Nah, supaya nggak disangka teroris atau pengedar narkoba, padahal bukan, makanya gaul deh sama tetangga, ok?].
4. Kalau ada tamu ke rumah tetangga kita, bagusnya kita ajak Pak RT untuk bertamu ke rumah tetangga kita yang punya tamu tadi. Kita ajak ngobrol, ditanya kartu identitasnya. Mungkin bagus juga kalau kita potret sekalian (pakai hp saja deh, biar gampang, toh sekarang rasanya di semua hp sudah ada kameranya, ‘kan?), lalu kita laporkan.
5. Kalau ada “orang baru” yang mau kost atau menyewa kamar/rumah, ya wajar sekali kalau kita tanyakan kartu identitasnya plus dipotret seperti tadi, lalu dilaporkan.
6. Dsb, dst, dll...
Yang jadi pertanyan sekarang, KE MANA KITA HARUS MELAPOR? BERAPA NOMORNYA?
Kepada Pak RT? Mestinya mah kita melapornya bukan ke Pak RT dong... karena belum tentu Pak RT nya ada di rumah, karena biasanya pada hari kerja dan jam kerja, ya mestinya Pak RT pun sedang melakukan aktivitasnya sendiri, apakah sedang ngantor atau berdagang, dsb.
Alasan lainnya:
· Pak RT nya mungkin sedang tidak bisa diganggu... Siapa tahu Pak RT nya bekerja sebagai sopir taksi, dan beliau sedang menyetir taksinya sehingga tidak bisa menerima laporan dari warganya... (kalau sedang nyetir trus menerima telepon ya nggak boleh dong. Bisa berbahaya, selain juga berisiko ditilang...).
· Pak RT nya bisa menerima laporan kita, tapi beliau juga tidak tahu, laporan kita harus diteruskan ke mana...
· Atau siapa tahu si pelapor adalah pendatang. Misalnya dia datang dari Yogya, trus waktu di Sarinah melihat ada tas ransel yang mencurigakan. Lha, masa dia harus melapor kepada Pak RT nya yang di Yogyakarta sana? Sedangkan nomor telepon Pak RT yang di daerah Sarinah dia nggak tahu...
Jadi bagaimana dong?
Bisa nggak ya, di Indonesia diadakan semacam “911” yang berlaku secara nasional seperti di Amrik? Jadi masyarakat nggak usah ribet mengingat-ingat bermacam-macam nomor. Praktis! Singkat! (Daripada mengingat-ingat 10 digit nomor, lebih mudah 3 digit,’kan?).
Trus, nomor itu selama 24 jam per hari harus ditunggui oleh paling kurang dua orang. Maksudnya, kalau petugas yang satu sedang sembahyang atau sedang ke toilet misalnya, kalau ada yang menelepon ke situ tetap harus ada yang mengangkat telepon. Tidak boleh terjadi ada orang yang sedang panik lalu menelepon ke situ lalu harus menunggu bermenit-menit karena petugasnya sedang ke WC atau sedang ketiduran!
Trus, mestinya ada mekanisme untuk mengecheck laporan yang masuk, laporan serius yang beneran atau cuma laporan iseng atau jahil...
Trus mestinya si petugas tahu betul, kalau ada laporan, ke mana saja laporan itu harus diteruskan, berdasarkan masing-masing kasusnya...
Mudah-mudahan dengan “keaktifan” semua warga masyarakat, maka ruang gerak para teroris menjadi semakin terjepit, lalu mereka jadi tercegah untuk melakukan aktivitas terornya. Aamiin.
Sekian dulu dari Om-G ya...
Salam kompak,
Om-G. [Kompasiana.com/Om-G