Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Dapat Kita Lakukan untuk Membantu Aparat Keamanan Membatasi Ruang Gerak Teroris

17 Januari 2016   06:10 Diperbarui: 17 Januari 2016   09:07 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada Pak RT? Mestinya mah kita melapornya bukan ke Pak RT dong... karena belum tentu Pak RT nya ada di rumah, karena biasanya pada hari kerja dan jam kerja, ya mestinya Pak RT pun sedang melakukan aktivitasnya sendiri, apakah sedang ngantor atau berdagang, dsb.

Alasan lainnya:

· Pak RT nya mungkin sedang tidak bisa diganggu... Siapa tahu Pak RT nya bekerja sebagai sopir taksi, dan beliau sedang menyetir taksinya sehingga tidak bisa menerima laporan dari warganya... (kalau sedang nyetir trus menerima telepon ya nggak boleh dong. Bisa berbahaya, selain juga berisiko ditilang...).

· Pak RT nya bisa menerima laporan kita, tapi beliau juga tidak tahu, laporan kita harus diteruskan ke mana...

· Atau siapa tahu si pelapor adalah pendatang. Misalnya dia datang dari Yogya, trus waktu di Sarinah melihat ada tas ransel yang mencurigakan. Lha, masa dia harus melapor kepada Pak RT nya yang di Yogyakarta sana? Sedangkan nomor telepon Pak RT yang di daerah Sarinah dia nggak tahu...

Jadi bagaimana dong?

Bisa nggak ya, di Indonesia diadakan semacam “911” yang berlaku secara nasional seperti di Amrik? Jadi masyarakat nggak usah ribet mengingat-ingat bermacam-macam nomor. Praktis! Singkat! (Daripada mengingat-ingat 10 digit nomor, lebih mudah 3 digit,’kan?).

Trus, nomor itu selama 24 jam per hari harus ditunggui oleh paling kurang dua orang. Maksudnya, kalau petugas yang satu sedang sembahyang atau sedang ke toilet misalnya, kalau ada yang menelepon ke situ tetap harus ada yang mengangkat telepon. Tidak boleh terjadi ada orang yang sedang panik lalu menelepon ke situ lalu harus menunggu bermenit-menit karena petugasnya sedang ke WC atau sedang ketiduran!

Trus, mestinya ada mekanisme untuk mengecheck laporan yang masuk, laporan serius yang beneran atau cuma laporan iseng atau jahil...

Trus mestinya si petugas tahu betul, kalau ada laporan, ke mana saja laporan itu harus diteruskan, berdasarkan masing-masing kasusnya...

Mudah-mudahan dengan “keaktifan” semua warga masyarakat, maka ruang gerak para teroris menjadi semakin terjepit, lalu mereka jadi tercegah untuk melakukan aktivitas terornya. Aamiin.

Sekian dulu dari Om-G ya...

 

Salam kompak,                                                             

Om-G. [Kompasiana.com/Om-G

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun