Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Money

Alternatif Solusi Konflik Buruh Versus Pengusaha Mengenai Upah Minimum

25 November 2015   08:22 Diperbarui: 25 November 2015   09:30 7858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

Bila misalnya terjadi kenaikan produktivitas sebesar 25%[1] , maka:

  • Jumlah karyawan tetap 250 orang dengan volume produksi 12.500 pcs/hari
  • Dengan 1 bulan = 22 hari kerja, maka volume produksi/bulan = 12.500 pcs x 22 hari/bulan = 275,000 pcs/bulan
  • Total upah per bulan (sekarang dengan produksi 12.500 pcs, tetap dengan 250 karyawan, dan misal tanpa kenaikan upah) adalah tetap = Rp.575 juta/bulan.
  • Padahal “seharusnya” (dengan unit cost yang lama, sebelum peningkatan produktivitas), untuk produksi 275.000 pcs/bulan, maka total upah per bulan adalah = 275.000 pcs/bulan x Rp2,613.64/pcs = Rp.718,750,000/bulan.

 

Jadi kalau produktivitas karyawan naik 25%, maka upah karyawan juga harus naik 25%, dong?

Lho lho lho... sabar napa?

Kita harus adil toh?

Premièrement, menurut Om G sih, kalau ada kenaikan produktivitas sebesar 25%, maka yang berhak untuk menikmati manfaatnya adalah para karyawan dan juga perusahaan. Iya nggak? Ya iya dong, karena pasti kenaikan produktivitas itu antara lain terjadi atas upaya perusahaan juga (misalnya dengan menambah atau mengganti peralatan dengan peralatan canggih yang berkapasitas lebih tinggi dengan kecepatan yang lebih besar, dan dengan perawatan yang lebih baik sehingga jarang macet, dsb.). Trus, tadi yang 250 orang itu ‘kan jumlah karyawan langsung (= operator)... Nah kalau kenaikan yang 25% dinikmati semuanya oleh para operator (langsung), bagaimana dong nasib para karyawan tidak langsung? (misalnya para staf administrasi, para helper, security, sopir, dll...).

Nah pemikiran kita sudah berkembang nih... Jadi silakan saja dirembukkan, bila ada kenaikan produktivitas 25% seperti contoh di atas, berapa “hak” yang menjadi bagian dari para karyawan langsung, para karyawan tidak langsung, dan perusahaan.[2] Jadi bila ada kenaikan produktivitas sebesar 25%, maka range kenaikan upah buruh (langsung) adalah antara 0-25%[3]. Bisa diterima, ‘kan?

Secondly, lagi-lagi menurut OM-G, juga akan menjadi tidak adil bila antara operator yang “berprestasi” dan yang “memblé” disamakan upahnya dan juga disamakan kenaikan upahnya. Setuju, ‘kan? (Hayo, yang nggak setuju pasti sampeyan yang termasuk golongan memblé... Ngaku deh..!).

Trus, bagaimana tahunya bahwa si A adalah karyawan berprestasi dan si B adalah karyawan memblé?

Ya gampang saja kalau mau dibikin gampang mah...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun