Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Money

Upah Buruh, Haruskah Selalu Naik? Seberapa Besar Naiknya?

21 Oktober 2015   08:51 Diperbarui: 21 Oktober 2015   09:13 9877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

          Fair, ‘kan?

          Lalu, bagaimana menentukan/menetapkan jumlah produksi per hari yang “standar” Dan, apa yang akan terjadi pada para karyawan yang tidak bisa memenuhi target/ standar tadi?

          Target produksi harian ditentukan berdasarkan “waktu baku” atau “waktu standar” untuk melakukan sebuah pekerjaan/elemen pekerjaan. Misalnya kalau waktu baku untuk sebuah elemen pekerjaan adalah 3 menit (per piece), maka dalam 1 jam akan dihasilkan 20 pcs dan dalam sehari (8 jam dikurangi 1 jam istirahat = 7 jam kerja) akan dihasilkan 140 pcs. Nah yang 140 pcs ini lah target produksi harian yang harus dicapai oleh si karyawan.

          So, karyawan yang menghasilkan 160 pcs akan menerima upah insentif 20 x upah insentif satuan. Lalu karyawan yang menghasilkan 110 pcs misalnya (a.k.a kurang dari target atawa standar), akan tidak menerima upah insentif (ya iya lah...!) tapi tetap upah standarnya (yang UMR atau UMK tea...).

          Lho, jadi nggak adil dong Om-G? Karyawan yang menghasilkan 140 pcs/hari juga upahnya hanya sebesar UMR/UMK, ‘kan? Masa disamain, karyawan yang menghasilkan 110 pcs/hari dan yang menghasilkan 140 pcs/hari? Nah tuh sampeyan sudah pinter... Jadi mengerti ‘kan, bahwa para Boss pun akan sebal kepada para karyawan yang memblé tadi, yang menghasilkan produk kurang dari target tapi tetap mendapat upah UMR/UMK ? [Karena memang betul sih, karyawan yang menghasilkan kurang dari target juga upahnya tidak boleh dipotong sehingga kurang dari UMR/UMK, ‘kan namanya juga “upah minimum”... Tapi para memblé ini jangan senang dulu ya, lha kalau misalnya di perusahaan ada “perampingan”, memangnya siapa gitu, yang jadi sasaran pertama untuk phk?].

          Yang jadi soal sekarang adalah bagaimana menentukan target produksi harian?

          Tadi sudah disebutkan bahwa menentukan target produksi harian itu tidak boleh sembarangan, tetapi ditentukan berdasarkan “waktu baku” atau “waktu standar” untuk melakukan sebuah pekerjaan/elemen pekerjaan. Nah lalu bagaimana cara menentukan waktu baku” tadi ? Ah yang ini mah pekerjaan sehari-hari Om-G atuh... tapi cukup panjang lho ceritanya; tidak akan beres diceritakan dalam satu halaman... Singkat cerita mah ini tidak sesederhana asal mengukur untuk 30 siklus lalu dirata-ratakan; tapi harus dilakukan uji keseragaman data dan uji kecukupan data; dan harus pula diperhitungkan tingkat keterampilan (para) responden dan tambahan allowances untuk kebutuhan pribadi, allowances untuk mengkompensasi ketidakergonomisan sistem kerja, dan allowances untuk unavoidable delay. Mungkin nanti deh ya, Om-G akan tulis dalam tulisan tersendiri...

  • Peningkatan produktivitas secara umum. Caranya adalah dengan menghilangkan atau mengurangi pemborosan-pemborosan, meningkatkan kualitas produk (sehingga para pemakai produk kita akan senang, lalu peminat produk kita akan bertambah; selain juga mengurangi prosentase jumlah product defect).

          Trus, secara konkritnya, bagaimana caranya meningkatkan produktivitas? Lha, walaupun ini pekerjaan sehari-hari Om-G, ceritanya akan panjang sekali atuh. Banyak sekali caranya, mulai dari penjadwalan produksi yang optimal, manajemen perawatan, mengubah metoda kerja, mengatur kebisingan-temperatur-pencahayaan di tempat kerja, dan lain-lain. Yang ini juga akan panjang sekali bila diceritakan, mungkin masing-masing “judul” tadi harus diceritakan dalam 2 atau 3 artikel...

          Ah ya tapi kalau mau mah nggak susah juga sih, tinggal kontak Om-G saja via e-mail. Kalaupun dana perusahaan sedang sangat terbatas, gpp kirim saja e-mail, peningkatan produktivitas itu tidak selalu harus memerlukan dana yang banyak kok... nanti Om-G kirim saja mahasiswa ITB yang mau bikin tugas akhir/skripsi (tentu saja tetap di bawah supervisi Om-G...). Lha dana penelitian untuk tugas akhir mah pasti kecil sekali... Ok? Ok? Ok?

  • “Biaya-biaya lain-lain” yang konon katanya sering “tidak jelas juntrungannya” agar sedapat mungkin dikurangi (bagusnya sih dihilangkan, kalau mungkin...).

           Ini teh yang dulu disebut “ekonomi biaya tinggi” barangkali ya...? Wah tentang yang ini mah Om-G tidak berani nulis panjang lebar deh, karena memang Om-G mah nggak punya bisnis sih, jadi nggak punya pengalaman tentang yang begini-begini... Jangan-jangan nanti ada yang marah-marah, dan lalu Om-G dituduh mencemarkan nama baik. Tapi mudah-mudahan mah hal ini cuma gosip doang ya, yang nggak betul-betul ada...

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun