Program K3 Mahal? Hey, hitung dong dengan lengkap, bandingkan dengan penghematan karena kecelakaan jadi jarang terjadi [Tinjauan Cost Dan Benefit Untuk Upaya Peningkatan K3]
[Om-G: Seri Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi Terapan, K3, 9 September 2015, 21].
Om-G, ngapain sih buang-buang duit untuk menjalankan program peningkatan K3? Nah ini nih, kalau sampeyan culunnya masih dibawa-bawa terus, ya begini ini...
Om dan Tante, anggapan ini memang sering terjadi. Mengapa? Pertama, ini sering terjadi karena ada kesalahkaprahan anggapan bahwa program K3 dianggap melulu sebagai ongkos. Ke dua, karena sering ada kesalahan pada penghitungan “ongkos kecelakaan” (dan ongkos akibat penyakit akibat kerja): ibaratnya gunung es, yang dihitung hanya ongkos-ongkos “yang kelihatan di permukaan” doang, sedangkan ongkos-ongkos lainnya tidak diperhitungkan. Heu, pantesan nganggap bahwa program K3 hanya akan buang-buang duit... padahal sebuah penelitian di Jepang menyatakan bahwa untuk setiap 1 US$ yang dibelanjakan untuk program K3, dia akan ‘mendatangkan’ penghematan sebesar 3 US$. Tuh ‘kan? Siapa bilang Cuma buang-buang duit...
Tulisan ini membahas apa saja unsur-unsur manfaat (~penghematan) karena penerapan upaya-upaya peningkatan K3 di perusahaan untuk kemudian dibandingkan dengan ongkos-ongkosnya[1].
Tinjauan dari segi cost dan benefit ini menjadi sedemikian penting karena sampai saat ini pun masih sangat banyak perusahaan yang memandang upaya-upaya peningkatan K3 hanya sebagai cost, sehingga upaya-upaya peningkatan K3 tadi dilakukan “ala kadarnya”, a.k.a “hanya untuk menghilangkan kewajiban”. Tulisan ini mengajak Om dan Tante untuk memandang permasalahan ini secara lebih holistik, dengan memperhitungkan tidak saja cost yang ditimbulkan, melainkan juga benefit (berupa penghematan-penghematan) yang diperoleh dari suatu upaya peningkatan K3. Dari sini, benefit yang diperoleh tersebut diupayakan untuk “dikuantifikasi”, agar cost dan benefit tadi dapat dibandingkan dengan mudah.
---
Agaknya tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perusahaan yang mempunyai keengganan untuk meningkatkan kondisi K3 nya dengan anggapan bahwa upaya ini hanya akan menguntungkan (dan dinikmati oleh) para karyawan saja tetapi tanpa manfaat yang berarti bagi perusahaan.
“Kesalahan” lain yang agaknya juga tidak kalah pentingnya dalam menimbulkan keengganan perusahan untuk ber K3 dengan baik adalah kesalahkaprahan anggapan bahwa semua upaya peningkatan K3 pasti menimbulkan biaya yang tinggi. Pengalaman empiris Om-G di banyak tempat (di lebih dari 60 an perusahaan) dan di berbagai jenis perusahaan menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali upaya perbaikan K3 yang dapat dilakukan dengan biaya yang sangat rendah, bahkan relatif tidak memerlukan biaya sama sekali. Ada banyak contoh yang dapat dikemukakan mengenai hal ini, misalnya melalui penerapan keilmuan “Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi”, di mana kita dapat meningkatkan produktivitas dan K3 secara “low-cost, low-technology, with high effectiveness”.[2]