Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Work Hard? Sudah Kuno... Work Smart? Nah Ini Baru Keren!

11 Mei 2015   12:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10 3040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Om-G: Seri Ergonomi Terapan, Produktivitas, 6 Mei 2015, 4)

Banyak orang berpandangan bahwa untuk sukses kita harus bekerja keras. Misalnya kalau pekerjaan kita adalah macul, maka ayunkanlah pacul dengan lebih kuat dan bekerjalah lebih lama, maka pekerjaan kita menjadi lebih cepat selesai atau luasan sawah yang kita pacul menjadi lebih luas, dan akhirnya panen kita lebih banyak. Tapi, anggapan itu agaknya sudah harus dianggap kuno, sekarang mah nggak gitu lagi: Kita harus cerdas dalam bekerja sehingga dengan waktu yang lebih sedikit, kita mendapat hasil yang lebih banyak.

Bagaimana caranya? Sebelum bekerja, kita harus memikirkan efektivitas dan efisiensi.

Misalnya para pelajar dan mahasiswa lebih baik mempelajari ulang materi pelajaran segera setelah materi tersebut diberikan, misalnya pada sore/malam hari belajar materi yang diberikan pada pagi harinya. Bila hal ini dilakukan seminggu setelah materi diberikan, maka akan memerlukan waktu 3 sampai 4 kali lipat, padahal materi pelajaran bertambah terus. Bayangkan kalau acara belajar ini ditunda-tunda terus berbulan-bulan sampai saat UTS dan atau UAS, maka waktu yang diperlukan akan lebih panjang lagi; atau karena waktu yang terbatas, maka pencapaian hasilnyalah yang terkorbankan...

So, mendingan work smart dengan belajar lebih awal dengan waktu yang lebih sedikit tetapi mendapatkan hasil yang baik daripada work hard (tetapi tidak smart) dengan belajar ditunda-tunda yang akhirnya memerlukan waktu belajar yang lebih lama (sampai-sampai kurang tidur...) tetapi dengan pencapaian hasil yang tidak memuaskan...

Untuk para pekerja, bekerjalah dengan smart. Carilah cara agar pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih mudah, lebih cepat, dengan tingkat kesalahan dan product defect yang lebih kecil, tidak terlalu melelahkan, lebih aman dari risiko kecelakaan dan dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, dll.

Bagaimana caranya untuk itu teh, atuh? Hehe, mohon mangap, Om-G mah tahunya cuma cara-cara berdasarkan prinsip keilmuan “Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi” [nama keilmuan ini sama dengan nama lab tempat Om-G bekerja sehari-hari. Jangan kuatir, keilmuan ini bukan ilmu yang “ngawang-ngawang di atas awan”; Om-G sendiri rasanya sudah “ke luar–masuk” lebih dari 50 perusahaan dengan jenis yang beragam: pabrik manufaktur, pemboran dan refinery minyak dan gas, pertambangan, perkantoran, bank, terminal bis, pelabuhan laut, bandara, perusahaan penerbangan, industri tekstil, industri kecil (tahu, tempe, sepatu,...), dll.]. Intinya adalah bahwa kita harus memperhatikan kesesuaian dimensional antara tubuh para pekerja dan mesin-peralatan yang mereka pergunakan, waktu kerja-istirahat yang baik, kesesuaian antara asupan dan keluaran energi, beban fisik dan mental, lingkungan kerja (temperatur ruang kerja, kebisingan, pencahayaan, getaran, ...) yang “enak”, yang kesemuanya itu membuat para pekerja dapat segar sepanjang waktu kerjanya sehingga melaksanakan tugasnya dengan lebih cepat, dengan kesalahan/product defect yang lebih kecil, dengan kualitas kerja yang baik...].

Rinciannya insya Allah akan Om-G tulis secara bertahap; habis yang ada di kepala Om-G mah banyak, tapi waktu mau ditulis kok ya nggak mudah-mudah amat dan juga memerlukan waktu yang tidak sedikit...

Nih dikasih satu “contoh nyata” deh:

(Foto ini Om-G sendiri yang motret, tp sudah “dihilangkan identitasnya” spy tdk ada yg protes...)

[caption id="attachment_365401" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pri"][/caption]

Kebayang nggak tuh, bagaimana susahnya waktu si operator mau membuka atau menutup valve? Juga dia berisiko kena MSDs (musculo skeletal disorders). Sudah gitu dia juga harus takut-takut jatuh (pada potret ini dia berada di “lantai” dua, tapi kasus yang sama juga terjadi di “lantai” yang lain). Trus, dijamin nggak bahwa valve yang harus ditutup, misalnya, sudah tertutup rapat 100%?(Untuk diketahui, postur kerja yang aneh-aneh begini pun akan berpengaruh pada tenaga yang bisa dikerahkan oleh si operator). Bagaimana kalau ini adalah pipa gas yang untuk sementara harus ditutup karena di bagian hilirnya akan ada pekerjaan pengelasan,lalu karena posisi kerja yang sulit, maka valvenya hanya 95% tertutup? Bisa meledak dong...

Bagaimana mengatasinya? Ya mudah sekali: pindahkan saja valve nya ke sisi yang dekat, atau beri platformsehingga pekerja bisa mendekati valve tersebut, jadi mudah deh... Mahal nggak sih, upaya perbaikan ini? Ya nggak lah, apalagi kalau dibandingkan dengan risikonya...

Sekian dulu dari Om-G ya, à bien tôt.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun