Mohon tunggu...
Olyvia Hendarwati Msi
Olyvia Hendarwati Msi Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer (Foreign Affairs Researcher)

Alumna: London School of Public Relations - Jakarta Higher School of Economics - Moscow

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Niche Diplomacy, Strategi Middle Power Di Tengah Kekacauan Dunia

25 Desember 2024   18:35 Diperbarui: 26 Desember 2024   18:45 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Dinno P. Djalal | Ilustrasi SWA metrics 2024

"We have no effective global strategy to deal with either". "Geopolitical divides are preventing us from coming together around global solutions." Antonio Gutteres (2024)

Niche Diplomacy muncul pada pasca perang dingin, dimana negara negara - negara yang tergolong middle power berperan penting sebagai penyeimbang kekuatan negara adikuasa yang membelah dunia menjadi dua kubu. Niche diplomacy juga menjadi strategi middle power yang bertujuan untuk berfokus pada suatu isu atau konflik tertentu karena tidak memiliki kekuatan seperti negara besar. Walaupun negara menengah ini memiliki keterbatasan tetapi masih memiliki cara lain yang signifikan bersifat persuasive dalam berpolitik. Selain itu juga negara tergolong menengah ini dikatagorikan sebagai mediator dan stabilitator sistem dunia. 

FPCI mengadakan konferensi tahunan CIFP (Conference on Indonesian Foreign Policy) di Jakarta, November 2024, mendiskusikan peranan negara - negara yang tergolong Middle power. Former Dubes Indonesia untuk Amerika Dinno P. Djalal, Konsep middle power menurutnya, Negara menengah dari Global North atau Global South  meningkatkan kerja sama dalam memperkuat hubungan multilateral, berupaya untuk membangun kepercayaan satu sama lain dan tidak memperkeruh persaingan Geopolitik.

"As global rifts deepen, middle powers can be the game -- changer in 21st century world order". Dino P. Djalal (2024)

Middle power, suatu label dari para peneliti dan akademisi yang mengartikan bahwa adanya kekuatan negara - negara Middle power di dunia yang didasari kemampuan secara (Weight) ekonomi, jumlah populasi (Size) serta ambisi yang besar untuk dapat berperan sebagai mediator untuk menjebatani langkah perdamaian dari ketegangan konflik negara besar. Konsep ini mengutamakan pendekatan diplomatik sebagai alat dan strategi alternatif secara persuasif tapi tidak memaksa, contohnya seperti adanya forum - forum internasional yang dimana para pejabat tinggi perwakilan negara berdiskusi dan berkerjasama untuk mencari solusi bersama tanpa melibatkan adanya paksaan atau menggunakan pendekatan kekuatan militer.

Pada diskusi CIFP ini banyak menuai pro dan kontra dengan jargon negara middle power karena menurut padangan Prof. Marty Natalegawa, Diplomasi merupakan cara yang diutamakan seperti Indonesia negara yang memiliki potensi besar dalam membawa peran perdamaian, diharuskan proaktif bukan hanya untuk "survive" di tengah konflik dunia. Diperlukan konsep yang relevan untuk menciptakan kepercayaan dengan cara seperti Rules of Behaviour, Code of Conduct dan mengedepankan jalur damai. Upaya diplomasi dengan konsisten dan berkelanjutan merupakan langkah yang tepat untuk menjadi dasar bagi organisasi internasional atau negara dunia untuk dapat saling percaya.

Middle power ini mampu menetapkan dan memengaruhi agenda internasional dan keterlibatan middle power dapat mendukung terciptanya perdamaian dan pemeliharaan tatanan dunia. Contoh lainya seperti, pembentukan lembaga - lembaga internasional, membangun koalisi, dan mungkin akan menjadi tantangan hegemoni negara besar. Inisiatif nyata dari middle power dalam hubungan internasional akan berfokus pada isu-isu non- proliferasi nuklir, tatanan ekonomi global, keringanan utang negara dan sebagainya. Selain itu, negara tergolong menengah dapat mendukung adanya revolusi perubahan karena mereka miliki kemampuan diplomatik yang memungkinkan mereka untuk bertindak sebagai pemimpin yang intelektual. Dan negara-negara middle power ini juga mampu menyebarluaskan misi dan gagasan kebijakan luar negeri mereka melalui jaringan misi diplomatik yang relatif luas. 

Pada sumber siaran pers Kementerian Koordinator Ekonomi RI, politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia tergabung dalam beberapa fora kerja sama ekonomi internasional dan tercatat sebagai satu-satunya negara yang menjadi anggota dalam tiga fora kerja sama ekonomi utama global dan kawasan, yaitu G20, APEC, dan ASEAN. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi P. Pambudi mengatakan bahwa, "Posisi unik yang dimiliki Indonesia dengan menjadi anggota di ketiga fora tersebut memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memainkan peran strategis di level global maupun kawasan. Dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN yang hampir selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan dunia, Indonesia akan mengusung tema "ASEAN Matter: Epicentrum of Growth". 

Niche Diplomacy Indonesia menjadi sangat penting dalam kepentingan geopolitik dan geoekonomi dunia karena Indonesia secara ekonomi bertumbuh sangat pesat, memiliki kekayaan sumber daya alam, negara dengan mayoritas agama islam terbesar dunia. Salah satu contoh Indonesia sebagai middle power saat ini adalah mensuarakan dukungan kemerdekaan Palestina seperti pada pertemuan KTT D8 pada Desember 2024 di Kairo, Mesir. Lalu, Indonesia juga mengirim utusan negara Menlu Sugiono ke Kazan, Russia sebagai langkah ketertarikan Indonesia untuk gabung keanggotan BRICS. 

Indonesia, Australia dan negara lainya yang tergolong middle power nyatanya memiliki kemampuan dan kekuatan yang cukup untuk mendukung perdamaian dunia, Gareth Evans Menlu Australia 1988 - 1996. Menurut Prof. Yuddi Chrisnandi, saat ini tidak ada negara yang sepenuhnya berkuasa. Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda pada sektor tertentu karena tatanan global yang semakin beragam. Kebijakan politik luar negeri Indonesia non-blok menurut Prof. Dewi Fortuna, bagian dari solusi perdamaian ditengah konflik diperlukan sikap idealis dan juga memperkuat koneksi multirateral.

Suasana Konferensi CIFP di Jakarta, 30/11/2024 | DOK. Pribadi
Suasana Konferensi CIFP di Jakarta, 30/11/2024 | DOK. Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun