Mohon tunggu...
Olof Masela
Olof Masela Mohon Tunggu... Profesional -

Satu Hati untuk Satu Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Menerawang Dampak Terpuruknya Rupiah Terhadap Perbankan Nasional

24 Agustus 2015   14:52 Diperbarui: 24 Agustus 2015   14:58 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkasanya "Greenback" (Baca - Dollar US) terhadap Rupiah sampai saat ini, tidak terlepas dari fundament dalam negeri lewat kebijakan moneter dan ekonomi yang terlihat belum mumpuni untuk memperkuat nilai tukar Rupiah.

Hal ini pasti akan memicu ketar ketirnya perbankan nasional, disebabkan "Stress Test Anlisa Mengantisipasi Pelemahan Rupiah" yang dilakukan BI, OJK dan BEI beberapa waktu lalu, hanya mampu bertahan pada level Rp 16.000 per Dollar US.

Jika depresiasi Rupiah masih bertahan di angka Rp 14.000 per Dollar US, masih merupakan angka aman bagi perbankan nasional.

Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan hingga akhir Januari 2015 tercatat sebesar 21,01 persen, naik dibandingkan Desember 2014 yang mencapai 19,57 persen.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh membesarnya jumlah laba yang ditahan oleh bank. Rasio tersebut juga dinilai masih jauh lebih tinggi dari batas normal yang sebesar 14 persen.

Yang ditakutkan saat terjadinya depresiasi Rupiah terhadap Dollar US menembus harga Rp 15.000 per Dollar US, dan dapat dipastikan permodalan 1 hingga 5 bank nasional kemungkinan bakalan terguncang.

Maka, kondisi tersebut akan mengganggu stabilitas makro ekonomi. Variabel pertumbuhan ekonomi dinilai akan mengalami penurunan, mengikuti pelemahan Rupiah.

Pelemahan Rupiah juga akan mendorong peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL - Non Performing Loan) dan sebagian besar indikator ekonomi makro.

Sebagai rakyat kecil, yang hanya melihat dan mengamati, saya berharap semoga depresiasi Rupiah tidak berkepanjangan, namun semakin menguat.

Hal ini tentu harus ditunjang dengan kebijakan moneter yang dapat menaikan stabilitas ekonomi makro, sehingga dampaknya tidak akan dirasakan masyarakat luas.

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus.

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Sehingga keadaan yang terlihat sekarang terjadi boleh dikatakan Inflasi akibat dari impact depresiasi rupiah yang semakin merosot tajam.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK).

Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB). menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri).

Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Pengelompokan Inflasi

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :

1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan.

Dari hasil penerawangan saya, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak yang terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah.

Selain itu, shocks terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices).

Berdasarkan karakteristik inflasi yang masih rentan terhadap shocks tersebut, untuk mencapai inflasi yang rendah, pengendalian inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas instansi, yakni antara Bank Indonesia dengan Pemerintah.

Diharapkan dengan adanya harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan tersebut, inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai yang pada gilirannya mendukung kesejateraan masyarakat.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah harus lebih fokus dalam menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).

Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, perlu dijalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, perlu juga dilakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.

Sekali lagi, sebagai masyarakat kecil yang hanya melihat dan mengamati, sangat berharap agar Pemerintah dan Tim Ekonomi dapat menghambat laju Inflasi akibat depresiasi rupiah yang mulai terasa 6 bulan terakhir yang impactnya dapat mengganggu perbankan nasional kemudian hari.

Salam Satu Hati untuk Satu Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun