Mohon tunggu...
Holly Theresa
Holly Theresa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Konflik Antara Masyarakat Malinau dan Perusahaan Tambang Akibat Pencemaran Lingkungan

2 Oktober 2017   11:35 Diperbarui: 2 Oktober 2017   11:58 4372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktivitas tambang yang ada di Malinau, Kalimantan Utara sangatlah meresahkan warga. Perusahaan tambang yang ada di Kabupaten Malinau terdapat empat perusahaan yaitu:

  • PT Baradinamika Muda Sukses (BDMS)
  • PT Mitrabara Adiperdana (MA)
  • PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC)
  • PT Atha Mart Naha Kramo (AMNK)

Ke empat perushaan Pertambangan yang ada di Malinau bukannya menguntungkan melainkan merugikan para masyarakat Malinau, mengapa merugikan karena perusahaan tambang membuang limbah yang ada ke sungai Malinau dan dimana sungai tersebut menjadi sumber air dari masyarakat. Puncak konflik akhirnya meningkat ketika tanggal 4 Juli 2017 tanggul dari PT. Baradinamika Muda Sukses jebol dan mencemari sungai Malinau, dan di lanjutkan lagi pada tanggal 20 September 2017 tanggul dari PT. Kayan Putra Utama Coal jebol. Seperti yang telah dilansir oleh Prokal.co menyatakan Dari laporan yang masuk, kondisi ini sudah sangat meresahkan. Salah satu dampaknya, PDAM di Malinau sempat tidak beroperasi karena tidak mampu mengolah air yang sudah tercemar. Sehingga, berdampak pada distribusi air bersih masyarakat.Walaupun sudah tercemar dan merugikan masyarakat perusahaan tetap berjalan seperti biasa tanpa melakukan pertanggung jawaban akibat kerusakan yang telah dilakukan. FPPM (Forum Pemuda Peduli Malinau) juga telah melakukan komunikasi secara langsung dengan perusahaan dan juga telah membuat perjanjian yang telah disepakati oleh perusahaan dan masyarakat seperti berikut:

  1. Perusahaan bersedia menutup kegiatan operasional pertambangan, holling, dan pembuangan limbah terhitung mulai tanggal 5 Juli lalu. Penutupan bersifat sementara sambil perusahaan melakukan perbaikan sebagaimana ditetapkan dalam kesepakatan kedua, bahwa perusahaan melakukan berbagai perbaikan sebagaimana rekomendasi DLHD. Kegiatan pertambangan dilaksanakan kembali setelah mendapat rekomendasi dari DLHD Malinau. Rekomendasi tersebut juga dilaporkan kepada Forum Pemuda Peduli Malinau setelah dilakukan pengecekan langsung dilapangan.
  2. Perusahaan memberikan keluasan kepada Forum Pemuda Peduli Malinau untuk melakukan pengawasan dan pemantauan selama proses perbaikan Amdal di seluruh wilayah konsesi perusahaan tanpa terkecuali, dan didampingi oleh pihak perusahan.
  3. Perusahaan bersedia melakukan pertemuan dengan PDAM. Pertemuan tersebut berkaitan dengan solusi masalah yang dihadapi PDAM yang saat ini tidak dapat mendistribusikan air minum kepada masyarakat karena baku mutu air yang buruk akibat tercemar limbah.
  4. Jika di kemudian hari ternyata perusahaan terbukti kembali melakukan pencemaran lingkungan maka sebagai mana diatur dalam UU nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, perusahaan harus bersedia dicabut ijin usaha pertambangannya tanpa menunggu teguran tertulis. 

Perjanjian diatas seolah hanya sebatas perjanjian biasa walaupun perusahaan mencoba mengikuti alur tetapi masalahnya adalah tanggul dari dua perusahaan tambang jebol dan perusahaan juga melakukan pembuangan limbah tambang ke sekitar sungai.

Masyarakat juga telah mencoba untuk berkomunikasi langsung dengan pemerintah seperti DPR RI Prov Kaltara yaitu ibu Hetifah Sjaifudian dan juga Gubernur Kaltara tetapi jawaban dari Gubernur hanya membuat masyarakat Malinau kecewa bukannya memberikan solusi yang terbaik kepada masyarakat. Padahal dalam kasus ini masyarakat sangatlah dirugikan jika dilihat kedepan ketika masyarakat terus menerus akan mengkonsumsi air dari sungai yang telah tercemar adalah masyarakat akan mengalami penyakit seperti kerusakan ginjal, kanker, dan bagi ibu hamil akan mengaakibatkan cacat mental bagi janin yang ada dikandungannya dan masih banyak lagi. Gubernur Kaltara yaitu Irianto Lambrie mengatakan "Jadi bisa saja orang mengatakan sungai ini tercemar. Tapi hasil uji lab membuktikan enggak kok. Kalau warna hitam kan belum tentu beracun. Misalnya apakah betul orang gatal-gatal? Bisa saja belum tentu dari situ. Uji lab itulah yang secara objektif dan ilmiah bisa dipertanggungjawabkan," dikutip langsung dari lensakaltara.co.id, mungkin masyarakat tidak berdampak sekarang atau terlihat kerugian dari kesehatannya untuk saat ini melainkan beberapa tahun kedepan penyakit-penyakit yang akan mengerogoti tubuh. Masyarakat terus mencoba untuk melakukan komunikasi secara langsung dengan perusahaan dan juga pemerintah agar sungai yang ada di Malinau dapat kembali baik seperti dulu.

  • Analisis Kasus

Walaupun komunikasi mengenai perusahaan tambang khusunya PT. Baradinamika Muda Sukses dan PT. Kayan Putra Utama Coal ini terus dilakukan oleh masyarakat tapi tidak adanya perkembangan dari perusahaan dan pemerintahan setempat. Salah satu Koordinator JATAM KALTARA Theodorus  mengungkapkan "kami hanya menginginkan sungai yang menjadi sumber air kami bersih kembali dan tidak tercemar". Theodorus juga telah melakukan pengaduan kepada kementrian lingkungan hidup dan kehutanan tetapi tidak ada respon yang diberikan, harapan terbesar adalah pemerintah disini tidak hanya menutup mata dan menutup telinga dengan kasus yang telah terjadi.

Menurut Yenrizal (2005:9) dalam Komunikasi Lingkungan memberikan pemahaman bahwa alam seperti hutan atau sungai sebagai sahabat, menghormati sumber daya alam, apakah untuk sebatas eskpolitasi atau sebagai sistem  pendukung vital bagi kehidupan, atau bisa juga sebagai penakluk atau sahabat yang baik. Dalam pengertian yang telah diungkapkan Yenrizal bahwa seharusnya hutan dan sungai dapat menjadi sahabat terbaik manusia tetapi karena pencemaran yang telah dilakukan seolah-olah sungai tidak lagi menjadi sahabat terbaik. PT. Baradinamika Muda Sukses dan PT. Kayan Putra Utama Coal perusahaan tambang termasuk dalam komunikasi resiko yang gagal yaitu dimana perusahaan tambang sudah melakukan perjanjian dengan masyarakat dan menjalaninya tetapi tetap melakukan kesalahan karena jebolnya tanggul limbah tambang tetapi tidak ditangani langsung oleh perusahaan yang mengakibatkan masyarakat malinau tidak mendapatkan air bersih melainkan sumber air mereka tercemar. Disini kebanyakan media lebih berpihak kepada masyarakat karena media memandang bahwa pada bagian ini masyarakatlah yang sangat dirugikan bukan perusahaan. Media juga memberikan bantuan bagaimana perjuangan yang telah dilakukan oleh masyarakat Malinau berkomunikasi terus menerus demi mewujudkan impian mereka untuk mendapatkan ssumber air mereka yang bersih tanpa harus khawatir untuk mengkonsumsinya.  Walaupun pemerintah terlihat tidak diketahui berpihak ke siapa-siapa karena lebih terlihat lebih banyak diam. Seperti yang telah dikatakan oleh Renn and Loestedt dalam jurnal (1996:134) "Finally, there was a moral issue, that of the sanctity of the deep ocean. One should not dump in it as it supposedly has not been dumped in before. It should remain pristine and untouched." Tapi dalam kasus ini lebih mempertegaskan ke sungai yang awalnya belum tercemar atau masih terbilang suci dan akhirnya tercemar oleh perusahaan yang sampai sekarang belum ada kabar pertanggung jawaban yang diberikan.

jatam-desak-esdm-beri-sanksi-tegas-sungai-malinau-kembali-tercemar-59d1c212de200d0fc14247c2.jpg
jatam-desak-esdm-beri-sanksi-tegas-sungai-malinau-kembali-tercemar-59d1c212de200d0fc14247c2.jpg
Gambar 2: sungai yang tercemar oleh perusahaan tambang pada tanggal (20/8) siang hari

Telah diketahui bahwa dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah melakukan uji lab dengan air sungai yang tercemar pada tanggal 6 juli 2017 tetapi hasil tidak diumumkan kepada masyarakat. Pada tanggal ESDM mengemukan hasilnya dari sanksi yang telah melakukan pencemaran, Keputusan Dinas ESDM Kaltara untuk ke empat Perusahaan tambang:

1. PT Baradinamika Mudasukses (BDMS)

Dinas ESDM Menyampaikan teguran keras atas kelalaian dan ketikpatuhan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang pertambangan, lingkungan hidup serta keselamatan dan kesehatan kerja.

Menyelesaikan permasalahan untuk tidak meminjamkan setting pond (kolam pengendapan) ke PT Mitrabara Adiperdana (MA) dan menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu 15 hari kerja. Jika tidak IUP Operasi Produksi akan dicabut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun